Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 23-24 April 2024.
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai, naiknya BI Rate ini selain untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang akhir-akhir ini mengalami pelemahan, keputusan ini dilakukan untuk menahan laju inflasi khususnya imported inflation atau inflasi yang berasal dari impor.
“BI Rate naik karena untuk menahan supaya biaya impor tidak mahal. Jadi, faktor penggeraknya kalau ada kenaikan harga bahan baku dan komoditas,” tutur Banjaran kepada Kontan, Kamis (25/4).
Setelah adanya konflik antara Iran dan Israel yang memanas, ada kekhawatiran adanya kenaikan harga pengiriman barang yang berasal dari Timur Tengah, seperti minyak.
Baca Juga: Transaksi QRIS Bank Mandiri (BMRI) Tumbuh 230% pada Kuartal I-2024
Banjaran khawatir, harga minyak akan melambung tinggi, dan akhirnya akan turut membebani APBN karena anggaran subsidi pasti akan ikut terkerek apabila harganya melebihi dari asumsi pemerintah yakni US$ 82 per barel.
Skenarionya jika BI Rate tidak dinaikkan dan nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.500 per dollar AS, maka pemerintah harus menambah anggaran 10% untuk subsidi energi. lalu, jika harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 100 per barel, maka pemerintah harus menambah lagi 35% anggaran subsidi.
Sementara itu, Banjaran menyebut karena BI Rate sudah naik, maka risiko kenaikan harga-harga termasuk harga minyak akan relatif terbatas.
Meski begitu, Ia menghimbau agar pemerintah tetap menjaga harga BBM karena kenaikan harga tersebut sangat mempengaruhi pergerakan inflasi.
“Yang ditakutkan bahan baku ke inflasi inti. Tetapi melihat lesunya China sebagai pemasok bahan baku majority untuk Indonesia, harga relatif tidak melambung,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News