Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia menimbulkan berbagai krisis, termasuk krisis ekonomi yang ditandai dengan kontraksi ekonomi negara-negara di dunia.
Memasuki tahun ketiga pandemi, sudah ada negara-negara maju yang mengalami pemulihan dan ditandai dengan meningkatnya tingkat inflasi. Namun, masih ada negara-negara, umumnya negara berkembang, yang masih berjuang untuk pemulihan ekonomi.
Kondisi ini kemudian menimbulkan kesenjangan. Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Rudy Brando Hutabarat menilai, perlunya pembicaraan terkait exit strategy.
Exit strategy ini kemudian akan dibahas dalam presidensi G20 Indonesia tahun 2022 dalam jalur keuangan (finance track).
“Jadi ini penting untuk mengembalikan ekonomi dunia pulih bersama dan pulih lebih kuat. Saat ini ekonomi dunia pemulihannya tidak rata. Ada yang cepat dan ada yang lambat,” kata Rudy, Senin (14/2) via video conference.
Kesenjangan ini, kata Rudy, membuat negara berkembang mendapat efek limpahan (spillover) dari negara-negara maju yang kemudian mulai melakukan normalisasi kebijakan.
Baca Juga: CBDC Jadi Salah Satu Bahasan di G20, Ini Fokus yang Dibahas
Sebut saja Amerika Serikat (AS) sudah mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter dan bahkan pada akhir kuartal I-2022 berencana menaikkan suku bunga.
Ini tentu saja akan membawa dampak ke negara berkembang seperti hengkangnya arus modal asing dari pasar keuangan negara berkembang dan pelemahan nilai tukar mereka.
Nah, dengan pembahasan di forum G20 ini, exit strategy diharapkan mampu dikomunikasikan dan direncanakan dengan baik sehingga bisa memitigasi dampak rambatan kepada negara berkembang.
“Sehingga, negara berkembang yang sedang ada di masa pemulihan bisa fokus ke progres pemulihan tersebut. Sehingga, bisa bersama pulih dan pulih lebih kuat,” tandas Rudy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News