Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Pemerintah segera menerbitkan aturan teknis tentang jaminan ketenagakerjaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Beleid yang berupa peraturan pemerintah (PP) ini merupakan turunan dari Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Merujuk UU BPJS, penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan transformasi dari PT Jamsostek.
Lembaga baru ini bakal menyelenggarakan empat program. Yakni, jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT) dan program pensiun.
Elvyn G. Masassya, Direktur Utama PT Jamsostek mengatakan, peraturan turunan mengenai jaminan ketenagakerjaan sedang dibahas oleh pemerintah. "Akan hadir dalam bentuk peraturan pemerintah," katanya kepada KONTAN, Senin (24/9).
Kapan target PP jaminan ketenagakerjaan ini akan kelar, Elvyn belum bisa memastikannya. Pun soal isi calon beleid tersebut, dia belum bersedia membeberkan secara detail. Tapi, Elvyn bilang, beberapa poin pentingnya tidak bakal berbeda jauh dari ketentuan yang sudah berlaku sekarang.
Ia mencontohkan, pembayaran program JKK yang ditujukan untuk mengantisipasi risiko seperti kematian dan cacat karena kecelakaan kerja. Skemanya, pengusaha wajib membayar iuran bulanan dengan porsi 0,24% - 1,74% dari gaji bulanan pekerja.
Begitu pula program jaminan kematian, pengusaha diwajibkan membayarkan iuran sebesar 0,3% dari gaji bulanan pekerja. Sedangkan, iuran JHT, porsi yang mesti dibayarkan sebesar 5,7% dari gaji, dengan pembagian 3,7% dibayarkan pengusaha dan 2% dibebankan kepada pekerja.
Siti Hayati, pengamat tenaga kerja dari Universitas Indonesia (UI) menilai, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam sebelum merilis peraturan turunan tentang jaminan ketenagakerjaan itu. "Skema sudah ada di Jamsostek perlu dikaji lagi agar mampu memenuhi kebutuhan seluruh golongan," ujarnya.
Menurut Siti, pemerintah juga perlu mengadakan dialog bersama secara intensif dengan buruh, pengusaha dan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan. "Data-data juga perlu dikumpulkan dari para pengusaha agar sesuai dengan fakta di lapangan," imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News