kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Banyak catatan tiga tahun program JKN


Rabu, 21 Desember 2016 / 21:27 WIB
Banyak catatan tiga tahun program JKN


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Awal tahun 2017, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memasuki tahun ketiga. Namun, hingga saat ini masih banyak catatan-catatan yang perlu segera dibenahi agar program ini dapat terus berkelanjutan.

Beberapa persoalan pokok tersebut ialah, jumlah kepesertaan dari golongan bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja yang minim. Belum seluruhnya karyawan perusahaan BUMN didaftarkan untuk masuk program JKN.

Ketidak sesuaian atau mismatch antara besaran jumlah dana yang dihimpun dari iuran dengan pengeluaran untuk pengobatan juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Kurang transparannya Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan pihak Rumah Sakit (RS) yang ikut JKN terkait dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) banyak dikeluhkan oleh peserta.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Usman Sumantri mengatakan, program JKN ini berjalan dengan keterpaksaan. Masih banyak yang belum ideal dari sisi aturan mainnya, namun tetap saja diimplementasikan.

Oleh karena itu, ditengah keterbatasan tersebut perlu dilakukan inovasi dari BPJS agar program ini dapat terus berjalan. "Inovasi perlu dilakukan oleh BPJS Kesehatan. Harus ada perbaikan kebijakan," kata Usman, kemarin.

Pandangan Usman, salah satu titik pangkal dari persoalan yang terjadi di program JKN ini ialah besaran iuran yang masih terlalu rendah. Dengan dana iuran yang minim, pemerintah harus menangung tingginya besaran klaim.

Selama tiga tahun berjalan, besaran mismatch di program JKN BPJS Kesehatan terus terjadi. Hingga 31 Oktober 2016, defisit BPJS Kesehatan sebesar 6,3 triliun. Bila digabung selama program JKN berjalan maka nilai defisit mencapai Rp 15,37 triliun.

Sementara itu, Anggota DJSN Ahmad Ansori menambahkan, pihaknya pesemis jaminan kesehatan yang mencakup seluruh penduduk atau universal health coverage (UHC) tidak dapat tercapai di tahun 2019 mendatang. "Realistis (tidak tercapai) kalau tidak dilakukan hal yang extra ordinary," kata Ahmad.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, langkah BPJS Kesehatan untuk mempercepat jumlah kepesertaan selama ini dinilai mempersulit. Salah satu diantaranya ialah keharusan pembayaran iuran JKN satu keluarga.

Timboel bilang perlu adanya evaluasi dari Presiden secara langsung terkait dengan kinerja para direksi BPJS Kesehatan. "Kami mendorong evalusi dari Presiden, terhdap capaian direksi BPJS Ketenagakerjaan. Jangan hanya dilihat 5 tahun otomatisasi tapa solusi," terang Timboel.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×