CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Bagaimana menghindari jebakan kelas menengah?


Kamis, 06 Februari 2014 / 13:00 WIB
Bagaimana menghindari jebakan kelas menengah?
ILUSTRASI. Seseorang merasakan badannya mudah lelah dan lemas bisa menjadi tanda bahwa tubuh kekurangan asupan makanan atau kalori.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Jebakan kelas menengah (middle income trap) menjadi risiko yang membayangi negara-negara berkembang. Kondisi ini membuat negara tersebut tidak bisa melaju ke tahap pertumbuhan ekonomi selanjutnya, menjadi negara maju.

Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution mengatakan, setidaknya ada dua strategi yang harus dikembangkan agar Indonesia dapat terhindar dari jebakan middle income.

"Ada beberapa hal yang penting digarisbawahi. Pertama, ada satu unsur yang mau tidak mau disepakati dan betul-betul sentral untuk menghindari jebakan ini, yaitu human capital (sumber daya manusia)," kata Darmin di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Kamis (6/2/2014).

Darmin mengatakan, saat ini sangat sedikit kebijakan dan kelembagaan yang dibangun untuk mengembangkan pendidikan dan meningkatkan kompetensi serta keterampilan sumber daya manusia.

Ia memberikan contoh pada saat Korea Selatan memasuki fase negara dengan pendapatan menengah, tingkat pendidikan rakyatnya sudah maju. "Yang menarik dengan Korea Selatan adalah generasi yang masuk ke dalam negara berpendapatan menengah masih hidup pada waktu mereka masuk sebagai kelompok negara maju. Bukan hanya pendapatan tinggi, tapi ada segi lain dari sekadar pendapatan," jelas mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.

Strategi kedua adalah kelembagaan. Darmin berpandangan, sektor ini adalah area yang selalu lengah untuk diwujudkan. Aspek kelembagaan, kata dia, lebih luas cakupannya dibandingkan aspek ekonomi.

"Artinya dia bisa menyangkut penegakan hukum dan peradilan, disiplin dan standar. Pasar kita ini tidak efisien. Pasar sektor keuangan kita tidak efisien dan menurut saya kelembagaan termasuk ekonomi harus di-benchmark," ujar Darmin.

Darmin mengatakan, bila Indonesia tidak mampu bersaing, paling tidak di dua aspek yang telah disebutkannya itu, Indonesia dikhawatirkan akan terjebak dalam situasi negara berpendapatan menengah.

"Mampu tidak kita mentransformasikan human capital? Dari situ akan lahir produktivitas, kreativitas, dan inovasi," tegas dia. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×