Reporter: Widyasari Ginting | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tahun anggaran 2014 akan berakhir kurang dari lima bulan lagi. Namun, jangan berharap muluk-muluk target penerimaan pajak tahun ini bisa tercapai. Soalnya, hingga 8 Agustus 2014, realisasi penerimaan perpajakan hanya Rp 548,07 triliun atau hanya 51,11% dari target yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 Rp 1.072,38 triliun.
Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merekam, realisasi penerimaan pajak kali ini memang lebih baik dari periode sama tahun lalu. Jumlah pajak yang terkumpul kali ini meningkat 9,66% dari setahun sebelumnya.
Penyumbang penerimaan pajak terbesar masih berasal dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas (migas) Rp 275,55 triliun. Dari jumlah itu, penyumbang terbesar adalah PPh pasal 25/29 badan Rp 95,99 triliun, PPh pasal 21 Rp 62 triliun, PPh final sebesar Rp 47,38 triliun.
Kontribusi penerimaan pajak terbesar kedua adalah pajak pertambangan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp 223,99 triliun. Jumlah itu berasal dari PPN dalam negeri Rp 126,70 triliun, PPN impor 87,70 triliun, PPnBM dalam negeri Rp 5,92 triliun, PPnBM impor Rp 3,57 triliun, dan lainnya Rp 97,77 miliar.
Ekonomi melambat
Meski ada kenaikan, tapi jumlahnya belum sebanding dengan target. Di APBNP 2014, target penerimaan pajak naik 16,4%. Tak heran, DJP pun pesimistis target tahun ini bisa tercapai. "Masalah kita adalah perlambatan ekonomi, jumlah pegawai pajak juga minim," kata Direktur Jendaral Pajak, Fuad Rahmany, akhir pekan lalu.
Perlambatan ekonomi menyebabkan kinerja perusahaan melemah. Walhasil, setoran pajaknya pun ikut lesu.
Fuad bilang, strategi mengejar setoran pajak saat ini kurang tepat. Selama ini DJP hanya menerapkan intensifikasi dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk menarik pajak. "Strategi paling tepat adalah ekstensifikasi dengan menambah jumlah pegawai pajak," tandas Fuad.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Sukiatto Oyong, berpendapat, pertumbuhan ekonomi yang lambat pada tahun ini memang menyulitkan pemerintah untuk menggeber penerimaan pajak. Tahun lalu, ekonomi mampu tumbuh 5,78%, sedangkan tahun ini baru tumbuh 5,21% pada kuartal I dan melambat menjadi 5,12% pada kuartal II.
"Apalagi, belakangan ini banyak liburan, pemerintah harus realistis," kata Sukiatto, Senin (11/8).
Menurut Sukiatto, dengan sisa waktu ini, pemerintah tinggal mengoptimalkan strategi yang telah berjalan. Agar, penerimaan pajak masih bisa menembus di atas 90% seperti tahun-tahun lalu. Pemerintah juga perlu menggali data wajib pajak dengan lembaga lagin sehingga akan memudahkan mengumpulkan pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News