Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Upaya Pemerintah Republik Indonesia untuk mengekstradisi buronan tersangka kasus korupsi senilai Rp 1,9 triliun Badan Likuidasi Bank Indonesia(BLBI), Adrian Kiki Ariawan, kembali mentah.
Pasalnya, Pemerintah Australia memberikan kesempatan upaya banding atau judicial review yang diajukan buronan tersebut, akan berakhir pada bulan September 2011. Sebelumnya, pemerintah Australia melalui Jaksa Agungnya yang sempat bertandang ke Indonesia menyatakan bahwa judicial review Adrian Kiki akan berakhir pada bulan Juni tahun ini. Namun rupanya, upaya pemulangan paksa buronan BLBI ini kembali mentah. Keterangan ini disampaikan oleh Wakil Jaksa Agung, Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Jumat (27/5).
Lebih lanjut Darmono mengungkapkan, setelah pihaknya mendapatkan penjelasan dari Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan keterangan dari pemerintah Australia, Adrian diberikan kesempatan untuk proses banding di Pengadilan Negara Bagian Perth, sampai bulan September. Itu berarti mundur selama tiga bulan dari janji ekstradisi Australia yang sebelumnya akan dilakukan pada bulan Juni.
Selanjutnya, Darmono yang juga merupakan Ketua Tim Pemburu (Aset) Koruptor ini menambahkan dirinya tidak mengerti ketentuan Undang-Undang Negara Australia itu. Darmono mengaku dahulu hanya mengetahui bahwa ketentuan undang-undang di Australia itu, prosesnya sangat berbelit-belit, sehingga dinilai tidak bisa menjamin keadilan. "Sehingga akan dilakukan peninjauan kembali terhadap proses hukum yang ada di sana. Tapi nyatanya semakin diperpanjang (banding) Adrian Kiki di sana," tuturnya kepada sejumlah media.
Selain itu, Darmono mengatakan upaya hukum yang mungkin dapat dilakukan oleh Kejaksaan hanyalah menunggu proses hukum atas hak-hak Adrian Kiki, dalam upaya banding ini selesai dilakukan. "Makanya saya agak gemes juga. Ini gimana kejelasannya," papar Darmono.
Darmono menyatakan bahwa Kejaksaan Agung melalui pemerintah Indonesia tidak dapat mengambil langkah terobosan seperti pencabutan paspor atas nama Adrian Kiki itu. Karena, Adrian telah memegang surat keterangan penduduk atau identity card Australia. Yang berarti apa yang dilakukan Adrian selama ini di Australia adalah melalui mekanisme hukum yang ada di negara tersebut. Hak-hak hukum Adrian, lanjut Darmono, diambil dari peraturan negara persemakmuran Inggris itu. "Adrian sudah memegang identity card di sana (Australia). Jadi apapun yang dilakukan Adrian di sana mengikuti mekanisme hukum yang ada di Australia," pungkasnya.
Sebelumnya pemerintah Australia membuka kemungkinan untuk melakukan revisi terhadap sistem hukum terkait dengan ekstradisi dengan mempersingkat sistem hukum yang berlaku saat ini. Proses hukum ekstradisi ini mungkin akan lebih disederhanakan. Pasalnya, lanjut Darmono, pemerintah Indonesia telah memberikan bukti-bukti serta proses Adrian yang telah sesuai dengan ketentuan hukum. Indonesia juga telah memberikan bukti-bukti bahwa proses hukum terhadap Adrian sudah sesuai dengan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga, pemerintah Australia pun akhirnya menyetujui ekstradisi Adrian kembali ke Indonesia. Namun, karena sistem hukum yang berlaku disana, seorang terpidana berhak untuk melakukan banding, maka saat ini pemerintah Indonesia menunggu putusan banding dari pengadilan Australia.
Sebagai catatan, Ardian Kiki Ariawan adalah mantan Direktur Utama PT. Bank Surya, salah satu penerima dana BLBI. Buronan tersangka kasus korupsi senilai Rp 1,9 Triliun Badan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), tersebut dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada November 2002 lewat sidang in absensia. PN telah memvonis Adrian dengan penjara seumur hidup. Ia bersalah lantaran mengorupsi dana BLBI Rp 1,9 triliun.
Adrian melarikan diri dan akhirnya ditangkap polisi Australia pada 2009. Oktober 2009, Pengadilan Negara Bagian Australia Barat memutuskan Adrian harus diekstradisi ke Indonesia. Cuma, Adrian mengajukan keberatan dengan dalih, ia takut dengan kondisi penjara di Indonesia yang berpotensi menularkan virus HIV.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News