kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akuisisi Inalum, soal nilai buku belum sepakat


Rabu, 17 April 2013 / 07:28 WIB
ILUSTRASI. Mengukur kinerja dan prospek saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) pasca akuisisi dan konsolidasi sektor telekomunikasi


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Harapan pemerintah Indonesia untuk segera menguasai penuh saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) masih membutuhkan perjuangan. Pasalnya, negosiasi antara pemerintah dengan pihak Jepang masih belum mencapai titik temu, terutama dalam penetapan nilai buku pengambilalihan kepemilikan saham tersebut.

Menteri Perindustrian Mohammad Suleman Hidayat menyatakan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah selesai menetapkan nilai buku akuisisi Inalum. "Tetapi masih ada selisih dengan yang ditetapkan Jepang yaitu sebesar US$ 140 juta," ujar Hidayat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Selasa (16/4).

Sayangnya, Hidayat belum mau menyatakan besaran nilai buku yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurutnya, masih ada pertemuan dengan pihak Jepang agar mencapai titik temu dalam penetapan nilai buku tersebut. Menurut Hidayat perbedaan nilai buku ini terjadi karena pemerintah menghitung berdasarkan total nilai aset perusahaan sebelum tahun 1998.

Sedangkan, versi Jepang menghitung nilai buku berdasarkan revaluasi aset setelah tahun 1998. "Pemerintah berpegang sebelum 1998, karena sebelum terjadi krisis ekonomi dan tidak disertai penyetoran modal atau memperbaharui nilai aset," paparnya.

Untuk membereskan masalah ini Tim Perundingan Inalum yang diketuai Menteri Perindustrian akan menyusun strategi perundingan dan berangkat ke Jepang dalam beberapa bulan ke depan. "Terpenting targetnya maksimal 31 Oktober, Inalum sudah diambil alih 100% oleh Indonesia,"  tandasnya.

Hidayat memastikan, nanti pada saat Inalum sudah dikuasai Indonesia, maka tidak akan ada lagi keterlibatan Jepang di perusahaan aluminium itu. Adapun dana yang disediakan untuk membeli sekitar 59% sisa saham milik Jepang mencapai Rp 7 triliun.
Setelah proses ambil alih selesai, ada dua opsi dalam menentukan posisi Inalum. Pertama, Inalum akan dibentuk menjadi sebuah BUMN. Kedua, pengelolaan Inalum diserahkan kepada perusahaan BUMN yang ada.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo menambahkan, persiapan pemerintah dalam pengambilalihan Inalum sudah baik. Hingga saat ini pemerintah terus berkomunikasi dengan Jepang.  "Dananya sudah tersedia. Memang, ada hal-hal yang perlu diselesaikan antara Indonesia dengan Jepang," ujarnya.

Sebagai info, Inalum adalah perusahaan pengolahan aluminium yang didirikan di Jakarta 6 Januari 1976. Kontrak kerjasama berakhir pada 31 Oktober 2013. Investor Jepang adalah Nippon Asahan Aluminium Co. Ltd (NAA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×