Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mematangkan rencana pemanfaatan slag dari industri smelter. Pasalnya, limbah hasil pengolahan logam tersebut kian menumpuk dan berbahaya bagi lingkungan.
Hal ini menjadi bahasan dalam Rapat Koordinasi tentang Penanganan Slag Industri Smelter yang digelar oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantornya, Selasa (21/5). Rakor ini dihadiri dihadiri oleh antara lain Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno.
Arcandra menjelaskan, saat ini pemerintah sedang membuat perencanaan mengenai cara memanfaatkan slag dari smelter untuk memperlancar proses hilirisasi industri logam.
"Kita membahas bagaimana treatment slag dari smelter, seperti slag nikel dan iron dari semua smelter," ujarnya saat ditemui usai rakor, Selasa (21/5).
Nantinya, slag dari smelter akan dimanfaatkan untuk pembuatan jalan, beton, dan batako. Limbah slag tersebut juga bisa dipasok ke pabrik-pabrik semen sebagai bahan baku.
Fajar menambahkan, perencanaan ini sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong pembangunan smelter-smelter baru di Indonesia. Hal ini agar pembangunan smelter baru tidak menimbulkan masalah baru yaitu masalah lingkungan lantaran dari satu smelter saja berpotensi menghasilkan limbah slag sebanyak puluhan juta ton.
"Slag itu sisa dari proses pemurnian, misalnya dari memurnikan nikel atau tembaga itu ada sisanya. Tidak boleh dibuang sembarangan karena ini sesuai dengan PP01 dikategorikan sebagai limbah berbahaya," kata Fajar.
Oleh karena itu, Fajar menyebut, pemerintah saling berkoordinasi untuk dapat mengolah dan memanfaatkan limbah yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ini.
Rekomendasi selanjutnya akan disampaikan ke Kemenko Perekonomian oleh perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan Kementerian Perindustrian.
"Untuk satu minggu ini kami diminta mencari jalan bagaimana mempercepat. Ada dua hal, satu perizinannya, yang kedua pemanfaatan produk samping," ujar Fajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News