Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris
Masyarakat yang sudah seharusnya mengeluarkan zakat, namun tidak berzakat, mungkin akan terkena sanksi. Begitulah usulan Forum Zakat (FOZ), asosiasi penyelenggara zakat yang memiliki anggota sekitar 200 organisasi, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah anggota DPR Komisi VII di Gedung Nusantara II, Selasa sore (16/2).
Sanksinya, wajib zakat (muzaki) harus membayar 10% lebih besar dari kewajibannya. Andaikata kewajiban zakat muzaki senilai Rp 1 juta, maka pada pembayaran zakat tahun berikutnya, wajib zakat mesti membayar zakat tahun lalu sebesar Rp 1.000.000 juta plus denda 10% sebesar Rp 100.000. Jumlah itu juga akan ditambah dengan zakat tahun berjalan sebesar Rp 1.000.000 sehingga jumlahnya menjadi 2.100.000.
Pasal sanksi tersebut lengkapnya berbunyi “setiap muzaki yang tidak melaksanakan kewajiban zakat… akan tetap dikenakan kewajiban membayar zakat yang ditinggalkan ditambah dengan denda adminitasi sebesar 10% dari jumlah zakat yang ditinggalkan.” Usulan ini masuk dalam Bab X mengenai sanksi.
Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKS Yoyoh Yusroh yang memimpin rapat menyatakan, usulan ini akan dipertimbangkan dalam Pansus dan Panja DPR yang membahas pasal demi pasal RUU Pengelolaan Zakat. Namun dalam sesi tanggapan, sejumlah anggota DPR Komisi VIII terlihat keberatan dengan usulan ini. “Sebelum ada sanksi, perlu ada penjelasan dulu seperti apa pelaksanaannya,” kata Saifuddin Donodjoyo, Anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi Gerindra.
Di dalam RUU Pengelolaan Zakat versi DPR maupun usulan FOZ, kewajiban untuk membayar zakat berlaku bagi individu maupun perusahaan milik warga muslim. Kewajiban itu tidak harus disalurkan kepada badan pengumpul zakat atau amil zakat. “Masyarakat yang mau menyalurkan zakat sendiri tetap bisa,” kata Ahmad Juwaini, Ketua Umum FOZ kepada KONTAN.
Sebagian besar UU ini bertendensi mengatur lembaga pengelola zakat. Antara lain, organisasi pengelola zakat harus mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengelola Zakat di tingkat pusat. Pengelola zakat tingkat nasional disyaratkan memiliki wilayah operasional minimal di 10 propinsi dengan kemampuan mengumpulkan dana Rp 2 miliar per tahun. Namun FOZ mengusulkan Rp 5 miliar selama tiga tahun ber turut-turut dan telah diaudit oleh akuntan publik.
Sedangkan Pengelola zakat tingkat propinsi beroperasi minimal di 40% dari jumlah kabupaten dan mengumpulkan dana Rp 1 miliar per tahun. Sedangkan FOZ mengusulkan Rp 2 miliar pe dua tahun ber turut-turut dan telah diaudit oleh akuntan publik.
Sedangkan tingkat kabupaten, wilayah operasionalnya minimal di 40% dari jumlah kecamatan dan mampu mengumpulkan dana Rp 100 juta per tahun. Sedangkan FOZ mengusulkan Rp 500 juta per tahun dan telah diaudit oleh akuntan publik.
Dalam pembahasan ini, Komisi VIII DPR akan menetapkan bukti setoran zakat sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh). Sedangkan FOZ ingin, zakat menjadi pengurang PPh. Maksudnya, “kalau bayar zakat Rp 1 juta, sementara kewajibannya pajaknya Rp 1 juta, itu bisa langsung dianggap lunas,” kata Ahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News