Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75% wilayahnya berupa kawasan perairan, visi pembangunan Indonesia hingga kini hanya berorientasi pada daratan. Hal tersebut jelas bertentangan dengan kondisi geografis Indonesia.
Padahal Indonesia merupakan gerbang tol utama perdagangan dunia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia, dan Benua Asia dengan Australia. Seharinya kelebihan tersebut mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar.
Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat (Nasdem) Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan bahwa Indonesia hingga kini belum bisa mengambil manfaat dari posisinya yang sangat strategis tersebut. Paradigma pembangunan berbasis daratan tersebut lanjutnya telah mengakibatkan disparitas pembangunan antar wilayah yang sangat tinggi.
Akibatnya, Indonesia menderita kerugian yang sangat besar. Setiap tahun kata dia, sedikitnya Rp 300 triliun kekayaan negara menguap melalui pencurian ikan oleh nelayan asing, illegal mining, illegal logging, penyelundupan BBM, dan berbagai kegiatan ekonomi ilegal lainnya.
Padahal ada 45% perdagangan internasional yang nilainya sekitar Rp 1.500 triliun diangkut melalui perairan Indonesia. Dan itu merupakan potensi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Dengan kondisi objektif diatas, Indonesia mestinya punya bargaining power yang kuat yang bisa digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Tedjo, dalam siaran persnya, Selasa (30/9).
Buruknya konektivitas maritim juga menyebabkan biaya logistik di Indonesia menjadi termahal di dunia (27% PDB). Ini jika dibandingkan dengan biaya logistik di Singapura dan negara-negara ASEAN lainnya. Hal itu menyebabkan perbedaan harga barang yang sangat besar.
Contohnya, harga satu sak semen di Jawa Rp 65.000, sementara di Papua mencapai Rp 500.000 "Jangan heran ekonomi Indonesia menjadi tidak efisien dan rendah daya saingnya," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini.
Oleh karenanya, gagasan Presiden terpilih Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang maju, adil, makmur, kuat, dan berdaulat harus direalisasikan. "Sudah lama kita tidak punya pemimpin yang memiliki visi maritim," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News