kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada empat tersangka kasus cessie BPPN


Senin, 26 September 2016 / 11:13 WIB
Ada empat tersangka kasus cessie BPPN


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Penyidikan kasus PT Victoria Securities Indonesia (VSI) memasuki babak baru. Setelah penyidikan berjalan setahun, akhirnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat tersangka dalam kasus ini.

Keempat tersangka yaitu mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung, analis kredit BPPN Harianto Tanudjaja, Direktur VSI Rita Rosela, serta Komisaris VSI Suzanna Tanojo. "Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka Jumat (23/9)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Muhammad Rum ketika dikonfirmasi, Minggu (25/9).

Selain menetapkan empat tersangka, Kejagung juga mencegah pengusaha dan taipan, Mukmin Ali Gunawan, bepergian ke luar negeri. Rum mengklaim, Kejagung sudah mengantongi alat bukti yang cukup untuk penetapan keempat tersangka. Saat ini, Kejagung masih terus memeriksa saksi-saksi.

Namun, Rum enggan merinci siapa lagi yang akan dipanggil. Yang pasti, beberapa waktu lalu Kejagung juga telah menggeledah kantor pusat Victoria Securities Indonesia di Panin Tower lantai 8 Jakarta.

Syafruddin tersandung kasus pembelian hak tagih (cessie) VSI kepada BPPN. Perkara ini bermula ketika perusahaan yang bergerak di bidang alat berat, PT Adistra Utama (AU), meminjam Rp 469 miliar ke PT Bank Tabungan Negara (BTN) untuk membangun perumahan di Karawang di lahan seluas 1.200 hektare (ha) sekitar tahun 1990. Saat krisis 1998, pemerintah memasukkan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang milik Adistra Utama. VSI diduga membeli hak tagih itu dengan harga sekitar Rp 26 miliar. Nah, kemudian, pemilik Adistra, Johny Widjaja, ingin menebus  hak tagih tersebut dari VSI.

Untuk menunjukkan kesungguhan niatnya, Adistra Utama menawar hak tagih ini hingga Rp 300 miliar. Tetapi, pihak VSI meminta uang tebusan senilai Rp 2,1 triliun atas hak tagih atas utang Adistra itu.

Pada 2012, Adistra Utama kemudian melaporkan VSI ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejagung.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×