Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah berupaya meredam inflasi pangan dengan sejumlah kebijakan baru. Kementerian Pertanian (Kemtan) dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) sepakat menetapkan batas atas (ceiling price) untuk harga jual eceran dan batas bawah (floor price) untuk harga pembelian ke petani.
Pemerintah berharap, kebijakan ini dapat meredam inflasi pangan yang semakin liar. Apalagi, kebijakan sebelumnya dalam penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk pembelian beras dan gabah, ternyata tidak efektif.
Direktur Eksekutif Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan penetapan harga ini hanya sebagai referensi saja: petani tahu berapa harga referensi terendah produk tertentu dan konsumen tahu berapa harga referensi tertinggi suatu komoditas. Harapannya, bila terjadi harga di luar batas yang ditentukan itu, semua pihak dapat mengambil sikap.
Tapi persoalannya, tidak ada yang menjamin setiap orang mendapatkan harga yang adil sesuai harga referensi pemerintah.
"Kebijakan ini sulit terealisasi, apalagi dapat menekan inflasi pangan strategis, karena tataniaga pangan kita saat ini tidak berada di bawah kontrol pemerintah," ujar Enny kepada KONTAN, Rabu (7/9).
Enny menjelaskan, selama ini, tataniaga pangan hampir semuanya mengikuti mekanisme pasar yang masih dipenuhi kartel. Bila terjadi kenaikan harga pangan pemerintah tidak punya kekuasaan untuk mengontrol harga karena tidak memiliki stok.
Paling banter, pemerintah hanya bisa mengendalikan harga beras lewat Perum Bulog, namun harga komoditas lain masih sulit dikendalikan. Kebijakan ini hanya bisa berjalan bila pemerintah mampu mengontrol dan mengawasi tataniaga pangan di pasar dengan memaksimalkan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Selain itu, kebijakan ini sulit terealisasi karena tidak ada sanksi tertentu yang dijatuhkan kepada para pedagang yang menjual diluar batas refensi harga pangan. Apalagi bila para pedagang juga mendapatkan produknya harga di luar batas Harga Eceran Tertinggi (HET), bila ini dipaksakan terjadi maka tidak ada yang mau menjadi pedagang. "Nah hal-hal teknis seperti ini yang harus dipersiapkan," tambahnya.
Tapi bila pemerintah hanya mengeluarkan harga refensi dan berharap sertamerta itu akan menstabilkan harga kebutuhan pokok, maka kebijakan itu tidak berfungsi apa-apa. Pemerintah harus melakukan pegawasan yang ketat terkait tataniaga pangan dan memiliki dana penyangga (buffer) stok pangan selama tataniaga pangan ini belum beres.
Bila pemerintah memiliki buffer stok, maka bila terjadi kenaikan harga di pasaran, maka pemerintah bisa turun tangan melalui Operasi Pasar (OP) dan membeli gabah dari petani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News