kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pasokan ikan tuna anjlok karena nelayan tak dapat subsidi BBM dimuka


Senin, 16 Januari 2012 / 12:20 WIB
Pasokan ikan tuna anjlok karena nelayan tak dapat subsidi BBM dimuka
ILUSTRASI. Intip aksi Xiao lewat video character demo terbarunya, rilis besok di Genshin Impact


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Test Test

JAKARTA. Pasokan ikan tuna dipastikan akan turun hingga 50%. Pasalnya, kapal nelayan pengangkut tuna yang beroperasi hanya 50% saja atau sebanyak 300 kapal, dari sebelumnya sebanyak 600 kapal.

Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Tuna, Edy Yuwono, dalam seminar Industrialisasi Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (16/1). Edy menyebut bahwa kondisi pasokan tuna yang sangat memprihatinkan saat ini disebabkan salah satunya karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) solar yang biasa digunakan nelayan untuk melaut.

Menurut Edy, harga BBM solar sudah tidak memungkinkan bagi nelayan untuk mengoperasikan kapal tuna. Soalnya, pencarian ikan tuna itu sendiri bersifat memburu atau hunting dan daya tanggap kapal saat ini juga semakin jauh.

Selain itu, harga solar saat ini mencapai Rp 8.400. Belum lagi, tidak ada lagi subsidi BBM solar yang biasanya dapat diambil tiga bulan sebelum nelayan beroperasi di laut.

Operasi penangkapan ikan tuna sendiri berjalan selama 6 bulan. Sebelum melaut, nelayan dapat mengambil subsidi BBM solat untuk melaut untuk jatah selama 3 bulan, sebanyak 25 kiloliter (kl). Sisanya, nelayan dapat membeli solar dengan harga normal. "Dengan penggabungan harga ini, hitungan rata-rata harga solar sebesar Rp 6.500 per liter. Harga BBM ini masih layak untuk kita beroperasi," terang Edy.

Saat ini, menurut Edy, meski nelayan tetap mendapat jatah subsidi BBM solar sebanyak 25 kl, namun solar tersebut tidak dapat diambil di muka seperti sebelumnya. Ditambah dengan keharusan menambah bahan bakar secara mandiri, maka rata-rata harga BBM untuk nelayan adalah sebesar Rp 7.800 per liter. "Secara ekonomi, harga solar sudah tidak memungkinkan bagi nelayan untuk beroperasi. Sehingga banyak kapal tuna yang mulai beralih tangkap menjadi kapal cumi," tandas Edy.

Karena itu, Edy menambahkan, jika pemerintah tidak memperhatikan dan tidak memberikan subsidi untuk memperbolehkan pengisian BBM untuk jatah tiga 3 bulan di muka, dikhawatirkan kapal pencari tuna tidak akan ada lagi yang beroperasi. "Kami tidak meminta tambah subsidinya, hanya meminta diperbolehkan untuk meminta subsidi BBM di muka," tandas Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×