kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kendala perjanjian dagang internasional Indonesia


Senin, 04 September 2017 / 22:30 WIB
Kendala perjanjian dagang internasional Indonesia


Reporter: Agus Triyono | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID -  Keinginan pemerintah menggenjot hubungan dagang internasional dan investasi menghadapi banyak ganjalan. Salah satunya dari daya saing.

Rizal Affandi Lukman, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional menyatakan daya saing industri nasional sampai saat ini masih kalah dibanding negara lain. Salah satu faktor disebabkan tingginya harga gas industri dan tumpang tindih regulasi.

Untuk harga gas, meski pemerintah dua tahun lalu sudah menerbitkan paket kebijakan ekonomi berisikan penurunan harga gas industri, tapi penurunan baru berlaku untuk industri pupuk, baja, dan petrokimia. Padahal, dalam Perpres No.40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, penurunan harga gas industri rencananya akan dilakukan terhadap tujuh sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan.

"Perbedaan harga gas tersebut membuat level playing field tidak sama, maka perlu kebijakan sektor energi yang tepat agar daya saing ini imbang," katanya dalam Dialog Pemerintah Badan Usaha tentang Perdagangan Internasional dan Investasi, Senin (4/9).

Daya saing juga tergerus masalah lain. Pertama, berkaitan dengan pajak. Thomas T Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal bilang Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu memaparkan bahwa 70% penghasilan pajak berasal dari pajak penghasilan usaha perusahaan.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa industri nasional selama ini menghadapi beban besar dari pungutan pajak. Alhasil, industri nasional susah berkembang dan berdaya saing.  Masalah lain, berbelitnya perizinan usaha yang sampai saat ini masih terjadi.

Walaupun masih bermasalah, Thomas mengatakan, pemerintah tidak akan mundur. Pemerintah akan tetap melanjutkan perundingan kerjasama perdagangan internasional dan investasi.

Pemerintah memandang, penyelesaian kesepakatan kerjasama perdagangan internasional mempunyai manfaat besar untuk Indonesia dan industri dalam negeri. Keuntungan bisa didapat dari keringanan tarif bea masuk produk ekspor Indonesia ke negara mitra dagang. Keuntungan juga bisa didapat dalam investasi.

"Ada bank eksim dari negara besar anggota G-7 yang melarang pemberian jaminan atas investasi di negara yang tidak punya perjanjian investasi atau perdagangan dengan mereka, nah ini bisa membuat Indonesia  sulit," katanya.

Imam Subagyo, Dirjen Perundingan Kerjasama Internasional Kementerian Perdagangan mengatakan, ada empat kerjasama perdagangan internasional yang perundingannya akan dikebut dan diselesaikan tahun ini, antara lain; Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia- Australia (Indonesia- Australia CEPA), Kesepakatan Kerjasama Perdagangan Bebas Indonesia- Chile, dan Kesepakatan Kerjasama Perdagangan Bebas Indonesia- Iran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×