kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PPATK harap RUU Perampasan Aset bisa disahkan


Jumat, 16 Oktober 2015 / 11:59 WIB
PPATK harap RUU Perampasan Aset bisa disahkan


Sumber: Antara | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap agar Rancangan Undang-undang Perampasan Aset Tindak Pidana bisa segera disahkan menjadi undang-undang. RUU itu mengatur mekanisme perampasan kekayaan yang tidak dapat dijelaskan.

"Berharap sekali ini bisa segera ditetapkan, akan kita dorong terus untuk masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2016," ujar Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim usai Sosialisasi RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana di gedung Direktorat Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Kamis (15/10), seperti dikutip Antaranews.com.

"Dengan rancangan undang-undang ini ada ruang kita minta untuk menjelaskan perolehan hartanya. Wajar apabila anggota DPR kaya sekali, tapi bisa menjelaskan tidak hartanya diperoleh dari mana. Namun, kalau ada perolehan-perolehan yang tidak bisa dijelaskan dimungkinkan dirampas," tambah Fithriadi.

Fithriadi mengatakan, jika harta kekayaan yang dimiliki dapat dipertanggungjawabkan, maka harta tersebut tidak akan dirampas. Harta kekayaan yang tidak dapat dijelaskan dikhawatirkan berkaitan dengan tindak pidana.

Menurut dia, perampasan harta itu menjadi suatu upaya dalam rangka memberantas korupsi. Jika RUU itu lolos, maka semua pihak akan tertib melaporkan hasil kekayaannya.

"Kalau misalnya masuk, kita makin mengukuhkan diri bahwa ya ayo bersih-bersih semua. Semuanya, ya tidak hanya anggota Dewan, PPATK juga harus tertib mencantumkan hasil kekayaannya," tuturnya.

Fithriadi menambahkan, perampasan kekayaan bukan hanya akan terjadi pada penyelenggara negara, tetapi juga masyarakat umum, yang mana aset yang dirampas minimal Rp 100 juta.

"Sejak ini ditetapkan pelaporan pajak harus benar kemudian laporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) harus benar-benar artinya jangan ngarang lagi untuk menutupi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×