kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korupsi marak, indeks kemudahan berusaha rendah


Senin, 22 Agustus 2016 / 18:49 WIB
Korupsi marak, indeks kemudahan berusaha rendah


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Indeks Kemudahan Berusaha Indonesia jauh tertinggal dari negara lain. Menurut Survey 'The Ease of Doing Business' World Bank, Indonesia berada di peringkat 109 dari 189 negara.

Periode survei tersebut adalah 2 Juni 2014 sampai dengan 2015 di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta dan PTSP Surabaya. Sayangnya, belum ada survei terbaru tahun ini.

Menurut Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, Indeks Kemudahan Berusaha Indonesia rendah karena maraknya korupsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. "Kaitannya erat sekali," ujar Alexander dalam diskusi publik di Ombudsman, Senin (22/8).

Alexander mencontohkan, di sektor pertambangan saja, KPK mencatat tidak kurang dari 3.900 izin usaha pertambangan yang belum lengkap. Oleh karenanya, KPK sempat memanggil sejumlah pemerintah daerah (pemda), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu.

Alexander melanjutkan, KPK menaruh perhatian yang besar terhadap pencegahan korupsi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. "Selama ini, banyak celah korupsi di penganggaran. Sering terjadi negosiasi antara legislatif dan eksekutif," ujarnya.

Makanya, KPK mendorong optimalisasi pelayanan melalui PTSP. Dengan prinsip satu pintu, celah korupsi bisa diminimalisir, serta waktu pengurusan perizinan juga bisa lebih cepat.

Sementara itu Pimpinan Ombudsman Adrianus Meliala bilang, tren laporan terkait sektor investasi usaha dan substansi pendukung investasi usaha lainnya seperti perizinan/PTSP, pajak, penanaman modal, perbankan, listrik, pertanahan, serta bea dan cukai cenderung meningkat.

Sebagai gambaran, pada 2014, Ombudsman menerima 6.678 laporan, sebanyak 1.125 di antaranya terkait sektor usaha. Pada 2015, jumlah laporan naik menjadi 6.859, sebanyak 1.410 di antaranya terkait sektor usaha.

Ombudsman sudah menerima 4.489 laporan sepanjang 2016, sebanyak 862 di antaranya terkait sektor usaha.

"Kepastian penerbitan izin usaha menjadi aspek yang paling penting dalam berusaha, sehingga perlu ditetapkan dengan jelas tentang standar pelayanannya, dari segi prosedur, persyaratan, jangka waktu, dan biaya," ujar Adrianus.

Usulan Ombudsman, standar waktu pelayanan tidak cukup hanya dengan pernyataan pejabat, tetapi harus ada undang-undangnya.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×