kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Biaya top up e-money dilaporkan ke ombudsman


Senin, 18 September 2017 / 15:35 WIB
Biaya top up e-money dilaporkan ke ombudsman


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan beleid yang mengatur soal biaya isi ulang atau top up uang elektronik mendapat banyak tentangan. Salah satunya adalah pengacara yang kerap pada isu perlindungan konsumen, David Maruhum L. Tobing.

Hari ini, Senin (18/9) David melaporkan BI kepada Ombudsman Republik Indonesia karena menduga adanya maladministrasi jika kebijakan ini diberlakukan. Yang dimaksud ialah adanya biaya sekitar Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.000 seperti diisukan selama ini.

"Uang elektronik tidak dijamin oleh LPS, uang elektronik kalau hilang kartunya saldonya akan hilang, uang elektrobik juga tidak memperoleh bunga. Dan harusnya yang diterima konsumen adalah efisiensi bukannya biaya top up," ujar David di kantor Ombudsman.

Ia juga menjelaskan kebijakan cashless society ini sebenarnya melanggar peraturan perundangan. Yakni pasal 2 ayat 2, 23 ayat 1, dan 33 ayat 1 UU No. 7/2011 tentang mata uang. Di situ diatur tegas bahwa orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran. Ancaman pidana aturan ini ialah penjara 1 tahun dan denda hingga Rp 200 juta.

"Jadi konsumen seharusnya mendapat insentif dan bukan diinsentif dalam pelaksanaan program cashless society," tambahnya.

Jika laporan ini tak diindahkan, David mengaku siap mengajukan gugatan class action hingga pengujian di Mahkamah Agung.

Ia pun berharap pada Ombudsman agar memberi rekomendasi kepada BI untuk membatalkan rencana penerbitan kebijakan pengenaan biaya isi ulang uang elektronik.

Ketua harian YLKI Tulus Abadi juga mengungkapkan kritiknya soal ini. Biaya ini hanya lebih menguntungkan perbankan dibanding konsumen.

"Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disentif dengan pengenaan biaya top up," ujarnya.

Sementara itu sebelumnya Punky Purnomo Wibowo, Direktur Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran BI bilang dalam waku dekat regulator memang akan mengeluarkan aturan terkait hal ini.

"Saat ini harga (biaya top up) sedang difinalisasi," kata Punky, Jumat (8/9) yang lalu.

Aturan ini utamanya untuk mendukung elektronifikasi moda transportasi utamanya di jalan tol. Belakangan Pemprov DKI Jakarta juga bakal memberlakukan ERP (electronic road pricing).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×