kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Subsidi energi & kas Pertamina dibahas di APBN-P


Minggu, 02 Juli 2017 / 18:54 WIB
Subsidi energi & kas Pertamina dibahas di APBN-P


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji tidak naik sampai tiga bulan ke depan. Sedangkan tarik listrik tidak akan naik mulai 1 Juli hingga 31 Desember mendatang. Dengan demikian, hal ini akan menambah anggaran subsidi energi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, kemungkinan anggaran subsidi listrik dan elpiji 3 kg akan meningkat. Sementara anggaran subsidi BBM kemungkinan tidak banyak berubah.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya juga akan membahas soal kas Pertamina yang negatif lantaran telah menanggung perbedaan antara harga keekonomian BBM dan harga yang ditetapkan oleh pemerintah saat adanya kenaikan harga minyak dunia. “Kami nanti bahas dalam APBN Perubahan (APBNP),” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Sri Mulyani bilang, dalam UU APBN 2017, subsidi Premium telah ditetapkan Rp 0 dan Solar Rp 500 per liter sehingga apabila ada perbedaan antara harga keekonomian BBM dan harga yang ditetapkan oleh pemerintah, maka yang harus menanggung adalah Pertamina sendiri.

“Tentu kalau Pertamina menghadapi persoalan, lalu membutuhkan suntikan dana, maka bisa dibahas di APBN Perubahan," ujarnya.

Namun demikian, saat ini Pertamina sendiri tengah mengalami negative cash flow sebesar US$ 800 juta di kuartal I 2017 karena belum mendapat penyesuaian harga BBM sesuai formula. Selain itu, ada pula piutang dari pemerintah yang belum dibayarkan ke Pertamina sebesar Rp 38 triliun.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, bila melihat kas Pertamina yang cekak, kenaikan BBM cukup logis terjadi. Menurut dia, kebijakan pemerintah untuk Pertamina agar menanggung sendiri perbedaan harga tidak tepat.

“Kebijakan pemerintah dengan membagi BBM subsidi dan penugasan sudah sudah salah. Premium tidak disubsidi harganya ditetapkan oleh pemerintah. Ini aneh. Seharusnya, diserahkan ke Pertamina untuk atur sendiri supaya tidak rugi-rugi amat,” ujarnya.

Adapun anggota DPR Komisi VII Satya Widya Yudha mengatakan bahwa dalam hal ini pemerintah harus intervensi, mengingat harga BBM dievaluasi setiap tiga bulan dan tidak mengikuti ekonomi pasar. Dengan demikian ada kemungkinan prediksi harga tiga bulanan bisa di bawah harga keekonomian, tetapi bisa juga di atas.

“Pemerintah harus cerdik mengingat BBM sudah bukan merupakan barang subsidi kecuali solar yang disubsidi Rp 500 per liternya. Kuncinya pemerintah dan Pertamina harus mampu mengkalkulasi sehingga tidak timbul defisit. Yang harus tanggung bila ada perbedaan harga adalah Pertamina dan pemerintah,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×