kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menkeu paling khawatir risiko geopolitik Korut


Selasa, 03 Oktober 2017 / 16:23 WIB
Menkeu paling khawatir risiko geopolitik Korut


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tak terlalu khawatir dengan risiko global dan dampakya terhadap perekonomian domestik. Pemerintah mengakui lebih khawatir dengan kondisi geopolitik di Korea Utara.

Bank Dunia (World Bank) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,1% dalam Laporan Kuartalan World Bank yang dipublikasikan hari ini, Selasa (3/10). Angka itu turun dari ramalan World Bank Juni 2017 lalu yang sebesar 5,2%. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan tetap 5,3%.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, risiko ekstenal terhadap outlook perekonomian Indonesia mencakup beberapa faktor, yaitu ketidakpastian ekonomi global jika Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menyimpang dari perkiraan normalisasi kebijakan moneter dan neracanya, pelemahan harga komoditas yang terus berjalan, dan kebijakan proteksionisme negara-negara maju.

"Perekonomian Indonesia cukup bergantung pada pendanaan eksternal, baik publik maupun pihak swasta dan oleh karena itu tetap sensitif terhadap volatilitas arus modal global," kata Chaves dalam paparannya dalam acara Peluncuran Laporan Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia oleh World Bank di The Energy Building, Selasa (3/10).

Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku faktor geopolitik lebih dominan mempengaruhi ekonomi Indonesia, terutama kondisi yang terjadi di Korea Utara. Sebab, hal itu bisa menyebabkan lingkungan yang berbeda di kawasan Asia.

"Asia mungkin hanya menjadi kawasan di dunia yang menikmati pertumbuhan yang didorong oleh purchasing power, pertumbuhan kelas menengah," kata Sri Mulyani saat paparan dalam acara itu. Oleh karena itu lanjut dia, ekonomi China dan negara-negara di Asia Tenggara bisa mencatatkan pertumbuhan mencapai 5%.

Atas risiko itu, pemerintah lanjut Sri Mulyani akan memastikan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di dalam negeri tetap kuat. Konsumsi rumah tangga misalnya, pemerintah akan menjaganya agar tetap kuat

"Kami akan menjaga konsumsi agar kuat dengan menjaga inflasi di level yang rendah, penciptaan lapangan pekerjaan, harmony and productivity," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×