kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investor fokus ke sektor dan perusahaan yang tumbuh mengungguli pasar


Senin, 03 September 2018 / 05:15 WIB
Investor fokus ke sektor dan perusahaan yang tumbuh mengungguli pasar
ILUSTRASI.


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan Rupiah gara-gara krisis di Turki membuat asing kembali keluar dari pasar.   Tapi kondisi ini masih akan terus mengganggu pasar ke depan. Apa yang bisa dilakukan investor. Sektor dan saham apa yang sebaiknya dipilih investor? Berikut ini analisis IHSG dari Henry Wibowo Head of Research RHB Sekuritas Indonesia.

Bagaimana Anda melihat kondisi terakhir di pasar saham?

Kalau saya melihat data foreign flow equity year to date, itu dari periode Januari sampai Agustus periode minggu ke 3, itu dana keluar itu US$ 3,9 miliar, jadi hampir US$ 4 miliar dana asing itu keluar dari Indonesia. Per bulan Juli itu sebenarnya asing itu sudah stop jualan. Kalau kita lihat data di Bulan Juli kemarin itu, asing net buy. Tapi kecil, US$ 50 juta. Tapi sudah net buy. Artinya apa, dari Bulan Februari sampai Juni kan nonstop jualan terus, Bulan Juli sudah balik, tandanya apa, oh mereka sudah mulai melirik Indonesia, sudah mulai lumayan murah sekarang untuk investor asing. Tapi sayangnya di Bulan Agustus, balik lagi ke foreign selling. Kenapa, karena dipicu oleh angka current deficit yang kurang baik dan juga karena pergerakan mata uang Lira. Yang sebetulnya memberikan negative spillover negara-negara emerging market lainnya yang mempunyai current account deficit.

Berapa ekspektasi untuk IHSG sampai akhir tahun?

Kita tahun ini year end 2018 ekspektasi IHSG di 6.200. Kita lumayan netral ya, terhadap indeks kita. Kenapa karena meskipun kita acknowledge bahwa valuasi sudah lumayan murah, di kisaran -1 standard deviation sekarang, tapi kita lacking catalist. Jadi masih ada beberapa hal seperti pelemahan rupiah, widening current account deficit, dan juga tahun politik yang bisa dibilang katalisnya belum cukup untuk kita bisa berbalik badan untuk menjadi bullish. 

Apa yang bisa dilakukan para investor?

Kita fokus ke bottom up approach jadi cari company dan sektor yang pertumbuhan profit atau earningnya di atas industri atau outperformed di industri. Karena kalau kita bisa mengidentifikasi sektor-sektor dan company-company tersebut, itu kita bisa outperfomed indeks ya dan kita masih bisa bikin keuntungan.

Sektor dan saham apa yang bisa dipilih?     

Kita suka 3 sektor in particular untuk 12 bulan ke depan, yang pertama ini batubara. Salah satu yang paling bullish actually di batubara. Kenapa karena kita melihatnya simpel, dua hal yang pertama adalah harga patokan batubara sendiri. Kalau batubara ini kita melihatnya namanya Newcastle Benchmark Coal Price per hari ini itu di kisaran US$ 117 per ton, masih sangat elevated di mana para analis dan industri expert itu prediksinya masih di US$ 95 dan US$ 100 per ton. Jadi kita ini di kisaran 20% di atas ekspektasi. 

Jadi pasti kalau seandainya perusahaan-perusahaan batubara cara mereka mendapatkan revenue kan simpel saja, volume dikali harga. Kalau volumenya flat, memang volume gak ke mana-mana, tapi harganya naik kan pasti revenuenya naik kan. Itu satu. Kedua adalah strenghtening of US dolar itu adalah menguntungkan para pemain batubara tersebut. Rata-rata kalau kita lihat dari sektor 80% itu ekspor. Ekspor ke luar itu berarti US Dolar revenue. Tapi kalau kita lihat dari cost component mereka dari 30-40% itu masih di rupiah, karena mereka masih gaji karyawan, gaji pegawai itu kan di rupiah. Nah kalau rupiahnya melemah, mereka diuntungkan. Dua hal ini yang membuat kita lumayan bullish terhadap sektor batubara ya, jadi nama-nama seperti Adaro, ITMG, United Tractor, kita masih sangat suka. 

Kedua, kita juga suka sektor konsumer, kita melihatnya ini arah dari government spending. Jadi pemerintah ini belanjanya ke mana, memang kita tahu ini sekarang current acount deficit, jadi mereka gak boleh belanja terlalu agresif kan. Gak boleh terlalu pinjam duit terlalu banyak. Tapi kita lihat saja, spending mereka arahnya ke mana. Di RAPBN kemarin itu sebenarnya sudah bisa kita lihat itu arahnya, bahwa 12 bulan ke depan kita optimis arah goverment spending akan ke mass market, karena akan membantu consumer purchasing power 

Yang berkurang apa? Itu infrastruktur. Berkurang itu bukan berarti budgetnya turun. Yang maksud saya berkurang itu pertumbuhannya berkurang, yang mungkin tadinya budget infrastruktur tumbuhnya bisa 15%, sekarang tumbuhnya hanya single digit, jadi ada yang namanya deceleration dari pertumbuhan tersebut. 

Nah sektor konsumer itu kita suka banget, kalau orang tanya kita ya apa sih contoh shift dari government spending tersebut. Bisa dilihat kemarin Lebaran, itu kita sempat bingung itu, apa perbedaan THR sama gaji ke 13 untuk para-para PNS. Sebenarnya kan biasanya itu sama, tapi kali ini berbeda. Jadi tandanya apa, artinya ada gaji ke 14 yang diberikan, itu kan apa untuk membantu boost the purchasing power. Dan yang kedua harga bensin, kalau kita harga Pertalite sekarang, itu kan belum naik ya, yang dinaikkan hanya harga Pertamax. Tandanya apa, disubsidi oleh pemerintah. 

Padahal kalau kita melihat harga global oil price itu sudah naik banyak sekali. Mungkin dari US$ 30 sampai ke US$ 70 sekarang, tapi harga Pertalite kita itu masih relatively stabil di kisaran 7.000-an jadi itu salah satu contoh mass market subsidi yang sebetulnya ditujukan untuk membantu menaikkan daya beli masyarakat ya, dan juga sebenarnya ini seiring dengan tahun pemilu. Karena kalau tahun pemilu ini kan cenderung lebih yang pro ke mass market lah goverment policy-nya jadi kita 12 bulan ke depan sektor konsumer ini masih menjanjikan. Dari sektor-sektor konsumer itu kita suka nama-nama seperti ICBP, Indofood ya semua orang masih suka makan Indomie, kita suka Gudang Garam untuk main di rokok, dan juga suka Unilever. Unilever ini sebenarnya banyak orang bilang mahal sahamnya, tapi kalau kita lihat beberapa bulan terakhir Unilever ini valuasinya sudah turun jauh sekali. Bahkan sudah mendekati -2 standar deviasi, jadi menurut kita ini lumayan good entry point. Kita juga suka saham-saham konsumer related, seperti Surya Cipta Media televisi, apalagi mereka itu baru mendapat additional kicker dari Asian Games, karena mereka itu official broadcaster dari Asian Games tersebut, yang bisa dibilang sangat sukses.

Sektor ke tiga adalah ayam, nah ini lumayan interesting nih. Sebenarnya ayam dari tahun 2013 sampai 2016 gak banyak yang melihat, mungkin kita sebagai penduduk di Indonesia sudah tahu, harga ayam ini meroket belakangan ini. Kenapa, karena ada yang namanya situasi sekarang yang namanya under supply, di mana demand-nya itu di atas suplai, itu jarang terjadi, karena kalau kita bicara ayam, itu bunyinya adalah over supply, over supply dan over supply. Tapi sekarang, karena 3 tahun terakhir over supply terus, pemerintah itu menganjurkan yang namanya calling, jadi grand parent stock ayam tersebut dipotong untuk mengurangi stok di market suplainya biar tidak terlalu banyak. Dan juga, impor untuk grand parent, karena kakek neneknya si ayam ini itu kita masih impor dari Amerika kebanyakan, kuotanya dikurangi, biar tidak over suplai. Nah calling dan restricted impor. 

Ini baru kelihatan di tahun 2018, jadi makanya demand-nya di atas suplai, harga ayam loncat. Yang membuat kita sangat bullish itu setelah Lebaran, karena historikal melihat harga ayam, sebelum Lebaran masih naik. Itu orang sudah tahu. Tapi kalau setelah Lebaran, biasanya harga ayam turun. Kalau melihat harga ayam itu ada 2 patokannya, ada day of chichen dan juga broiler yang di pasar-pasar. Ini keduanya ini setelah lebaran, loncat harganya. Jadi elevated chicken price ini menurut kita adalah sesuatu yang sangat baik untuk pemain-pemain poultry ya. Jadi pemain-pemain yang listed seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed dan Indo feedmill, itu tiga itu sangat diuntungkan. In fact kalau kita ketemu dengan mereka, mereka  optimis bisa all time high profitnya. Jadi kita lumayan suka dengan sektor tersebut. Dan satu lagi, mungkin sektor poultry itu benefit dari harga raw material, karena harga soybean ini, memang harga US dollarnya kan naik jadi lebih mahal. Tapi kalau kita lihat harga raw materialnya sendiri, harga soybean, itu turun. Jadi mereka dibantu dengan harga ayam yang tinggi dan harga raw material yang lumayan turun, jadi mereka benefit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×