kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Enggan pailit, RS Groups mengklaim bisnisnya lancar


Rabu, 07 Maret 2018 / 21:45 WIB
Enggan pailit, RS Groups mengklaim bisnisnya lancar
ILUSTRASI. Ilustrasi PKPU


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Royal Standard (RS) Group optimistis dapat keluar dari jerat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Direksi RS Group Irma Halim menjelaskan optimismenya hadir lantaran bisnis RS Groups masih berjalan baik. Khususnya pendapatan dari PT Jaya Smart Technology (JST) sebagai pencetak kartu kredit, ATM, yang terlisensi oleh Visa dan Mastercard. JST juga turut memproduksi kartu selular

"Kontrak-kontrak kami masih jalan, kami masih on-going concern, belum pailit," kata Irma di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (6/3).

Sekadar informasi, anak perusahaan Royal Standard Group masuk dalam PKPU sejak 30 Januari 2018 lalu setelah permohonan yang diajukan Bank OCBC diterima oleh majelis hakim.

Keduanya adalah PT Royal Standard (RS), dan PT Jaya Smart Technology (JST). Selain itu, dua orang direksi RS Groups juga turut diikutsertakan sebagai debitur yakni Untung Sastrawijaya dan Irma Halim.

Menariknya, kata Irma beberapa bank yang jadi kreditur dalam PKPU ini, adalah para pelanggannya seperti Bank Mandiri, Bank OCBC. Sementara untuk kartu seluler, JST biasa memproduksi untuk Indosat, Telkomsel, dan XL Axiata.

"Kami masih survive, hubungan kami dengan Bank OCBC pun sebenarnya ada, kami supplier mereka," jelas Irma.

Terlebih digitalisasi perbankan kini juga terus diakselarasi. Ia menyatakan bahwa perusahaanya miliki 25%-30% pangsa pasar produksi ATM, dan kartu kredit di Indonesia.

Sementara itu, Kuasa Hukum RS Groups, Jimmy Simanjuntak menyatakan bahwa RS Group terganjal utang lantaran kasus pemogokan yang terjadi di salah satu pabriknya di Karawang pada 2013 silam.

"Latar belakangnya memang karena ada pemogokan kerja. Imbasnya pemesanan penjualan jadi tak terpenuhi, pelanggan luar negeri yang beri margin lebih baik pun hilang. Sehingga arus kas perusahaan menurun," jelas Jimmy kepada KONTAN, Selasa (6/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×