Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengebut penyelesaian Revisi Undang Undang (RUU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dua poin utama dalam RUU tersebut adalah terkait dengan pengaturan anak usaha dari perusahaan BUMN, dan moratorium bagi perusahaan BUMN yang mendirikan usaha bukan dilingkup bisnis utamanya.
Ketua Komisi VI DPR Ahmad Hafisz Tohir mengatakan, pengaturan terhadap anak usaha dari perusahaan BUMN tersebut sangat penting supaya dapat diaudit dan diinvestigasi. Pasalnya, selama ini anak usaha dari perusahaan BUMN tidak dapat dikontrol.
Dalam beleid yang sedang dalam tahap pembahasan tersebut, DPR mengusulkan agar nanti perusahaan BUMN hanya sebatas memiliki anak usaha. Perusahaan BUMN tidak diperkenakan untuk membuat cucu perusahaan.
Selama ini, UU BUMN yang berlakudinilai masih sangat lemah. Anak usaha sulit untuk di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan di awasi oleh DPR. "Korupsi yang diteliti BPK banyak dilakukan oleh anak usaha," kata Hafisz, belum lama ini.
Hafisz menambahkan, pendirian anak usaha yang bukan menjadi bisnis inti perusahaan BUMN juga mengganggu kinerja keuangan. Dengan pendirian anak usaha yang bukan berkaitan dengan inti bisnis perusahaan, membuat pendanaan tersedot ke anak usaha tersebut. Padahal, anak usaha tersebut tidak menguntungkan.
Beberapa contoh perusahaan BUMN yang memiliki anak usaha tidak sesuai dengan bisnis inti tersebut antara lain, Pertamina yang memiliki anak usaha yang bergerak disektor perhotelan yakni Pertamina Cottages. Kemudian, Pelindo yang memiliki akan usaha si bidang tenaga listrik. Serta banyak pula BUMN yang memiliki Rumah Sakit.
Hafisz mengatakan, seharusnya anak usaha yang sejenis tersebut disatukan kedalam satu holding yang sama. Sehingga tidak akan membuat persaingan dan saling menjatuhkan. "Kita sudah buat rekomendasi ke menteri BUMN untuk lakukan reposisi," kata Hafisz.
Anggota DPR VI Refrizal menambahkan, saat ini pihaknya sudah mendapat masukan-masukan dari kalangan akademisi. Pada, masa sidang berikutnya pembahasan mengenai RUU BUMN ini akan menjadi prioritas dalam pembahasannya sehingga pada bulan Oktober mendatang dapat disahkan.
Selain dari kalangan akademisi, dalam masa sidang berikutnya DPR akan memanggil dari seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan kebijakan ini. ""Nanti pemerintah buat DIM (Daftar Inventarisasi Masalah)," ujar Refrizal.
Menanggapi hal tersebut, Menteri BUMN Rini Sumarno mengatakan pihaknya siap untuk memberi masukan kepada DPR terkait dengan pembahasan RUU BUMN tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News