kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek tanggul raksasa bukan prioritas Jakarta


Senin, 11 Desember 2017 / 06:20 WIB
Proyek tanggul raksasa bukan prioritas Jakarta


Reporter: Agus Triyono | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor yang menunggu kepastian pelaksanaan proyek Pembangunan dan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota atau biasa disebut proyek tanggul raksasa Jakarta atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) masih harus bersabar. Pasalnya, walau proyek tersebut sudah lama direncanakan, namun hingga kini pemerintah masih belum memastikan apakah proyek untuk mengatasi banjir di Jakarta itu bisa berlanjut.

Belum pastinya proyek itu dikatakan oleh Kepala Unit NCICD Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Adang Saf Ahmad. Dia menjelaskan, proyek yang ditaksir bakal menelan dana investasi hingga Rp 500 triliun itu belum menjadi pilihan pemerintah untuk mengatasi penurunan muka tanah Jakarta dan sekitarnya.

Pemerintah masih lebih memilih membangun tanggul di titik kritis Jakarta guna mengantisipasi penurunan tanah di Jakarta. Apalagi menurut Adang, saat ini pembangunan tanggul di titik kritis yang menjadi tugas Kementerian PU-Pera sepanjang 4,8 kilometer (km) sudah mencapai hingga 76%.

Adapun yang menjadi bagian swasta yakni PT Intiland dan PT Pembangunan Jaya Ancol serta Pemda DKI Jakarta saat ini masih terkendala lahan dan administrasi. Harapannya pembangunan tanggul di titik kritis bagian swasta bisa rampung 2019.

Selain itu, untuk mengatasi cepatnya penurunan muka tanah, pemerintah juga sedang berupaya meningkatkan pasokan air bersih ke Jakarta. Caranya adalah dengan membangun sistem penyediaan air minum baik dari Waduk Jatiluhur maupun Waduk Karian. Dengan upaya itu diharapkan eksploitasi air yang selama ini dianggap menjadi pemicu penurunan tanah di Ibukota Jakarta bisa dihentikan.

Menurut Adang, pada saat ini pembangunan sistem penyediaan air minum itu sudah mulai berjalan dan diharapkan selesai bertahap 2018- 2020. Dia menambahkan, efektivitas upaya yang ditempuh pemerintah ini akan dievaluasi dalam lima tahun ke depan. "Mulai 2017 sampai 2022 akan terus dilihat, dievaluasi efektivitasnya mencegah penurunan permukaan tanah Jakarta," katanya akhir pekan lalu.

Bila hasil evaluasi menyebutkan penurunan muka tanah bisa dikendalikan, langkah pemerintah untuk membangun tanggul di titik kritis Jakarta akan terus diintensifkan. Sebaliknya, kalau upaya tersebut gagal mencegah penurunan permukaan tanah di Jakarta, pemerintah baru akan memutuskan membangun proyek NCICD. "Mau tidak mau harus bangun tanggul besar," imbuh Adang.

Catatan saja, dalam hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tinggi permukaan tanah di Jakarta turun sekitar 7 centimeter (cm) per tahun. Jika penurunan itu tidak ditangani, tanggul yang dibangun setinggi kurang dari 5 meter sekarang ini tidak akan berfungsi lama. Dalam hitungan Adang, tanggul hanya mampu mengamankan pesisir utara Jakarta sampai tahun 2030.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berharap, upaya pencegahan penurunan muka tanah mendapat dukungan dari Pemprov DKI Jakarta. Untuk itu Bambang meminta Pemprov DKI Jakarta segera membenahi sistem penyediaan air minum

Untuk pembenahan sistem penyediaan air minum ini, butuh anggaran sekitar Rp 40 triliun. "Ini tidak bisa pemerintah pusat sendiri, perlu kerjasama dengan pemerintah daerah juga," kata Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×