kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yuk, menelisik kampung batik di Tangerang (2)


Sabtu, 06 Oktober 2018 / 06:55 WIB
Yuk, menelisik kampung batik di Tangerang (2)


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Selain menjadi kegiatan bagi ibu-ibu di Komplek Kembang, Larangan Selatan, Kota Tangerang, Kampung Batik Kembang Mayang ini kini juga menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Tangerang. Selain bisa mengamati dan menjajal proses membatik, para pengunjung juga bisa mengambil foto lukisan mural motif batik di dinding-dinding Komplek Kembang Mayang.  

Oleh karena itu, ibu-ibu di kawasan Kampung Batik Larangan ini, selain sibuk mengurus rumah tangganya, kini juga terlihat sibuk membatik. Kegiatan membatik ini mulai mereka ikuti sejak Oktober 2017 lalu, seiring diresmikannya Sanggar Batik Kembang Mayang. Kini, tercatat ada sekitar 40 perajin yang aktif membatik.

Uniknya, usia para perajin ini lebih dari 50 tahun. Seperti Triatmi, yang bergabung sejak setahun lalu.
Perempuan yang telah pensiuan dari sebuah perusahaan swasta ini menekuni kerajinan membatik sebagai pengisi waktu luangnya. Apalagi, usai pensiun, ia merasa memiliki lebih banyak waktu untuk berkegiatan.  

Triatmi yang akrab disapa Bu Dede oleh warga komplek, mengerjakan kain-kain batiknya di sanggar dan juga di rumah. Dia memiliki satu set alat membatik lengkap.

Untuk menggarap selembar kain batik sepanjang 1 meter,  dia membutuhkan waktu sekitar sebulan. "Itu pun ada tahap yang harus dikerjakan bersama-sama seperti pewarnaan dasar kain," jelasnya.  

Sekedar info, para perajin Kampung Batik Kembang Mayang menggunakan teknik pewarnaan batik colet. Yakni,  pewarnaan menggunakan kuas atau cotton bud. Untuk pewarnaan dasar pun harus dilakukan dengan cepat, supaya cat tak lekas kering.  

Kadang, setelah ia selesai mengerjakan selembar kain batiknya, perempuan berhijab ini akan mengunggahnya di laman media sosial pribadinya. Lantas, banyak respon ia terima dari teman-temannya.

"Saya pernah membawa totebag (batik) ini ke kantor. Ternyata, banyak teman yang menyukai dan membelinya," ceritanya sambil tertawa kecil.

Pengrajin batik lainnya adalah Muriani Oktaviani. Sama dengan Bu Dede, Muriani juga mulai ikut belajar membatik sejak Oktober 2017 lalu.

Meski sudah lulus uji sertifikasi, Evi, panggilan akrabnya masih giat berlatih. Sebab, ia ingin goresan tangannya pada motif batik lebih detil dan halus.  

Untuk menyelesaikan satu kain batik, Evi membutuhkan waktu sekitar satu sampai dua bulan. Dengan catatan, pewarnaan dasar dilakukan secara gotong-royong dengan perajin lainnya.

Evi akan mulai membatik saat suasana hatinya senang. Bila tidak, ia takut hasil cantingnya akan berantakan. Maklum, membatik membutuhkan konsentrasi, fokus, ketelitian dan kesabaran.

Untuk mewarnai kain-kain bati, para perajin pewarna kimia ramah lingkungan. Tujuannya, untuk menjaga lingkungan tidak tercemar oleh limbah batik.

Evi mengaku, kandungan kimia dalam pewarna tersebut akan terurai saat tercampur dengan air, sehingga tidak merusak lingkungan.

Untuk menyiapkan seluruh  kebutuhan membatik, mulai dari pewarna, canting, malam, sampai dengan kain, para perajin membelinya langsung dari  Jawa Tengah. Mereka menjalin kerjasama dengan pemasok supaya stok bahan baku aman.       

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×