kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tugas berat menanti komisioner baru KPPU


Jumat, 27 April 2018 / 16:21 WIB
Tugas berat menanti komisioner baru KPPU


| Editor: Tri Adi

Akhirnya drama pemilihan komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2012-2017 berakhir setelah Komisi VI DPR RI menetapkan sembilan nama komisioner baru KPPU pada 23 April 2018 kemarin. Walaupun harus melalui tahapan penetapan Rapat Paripurna DPR RI, penetapan komisioner KPPU tersebut tinggal menunggu keluarnya Keppres.

Sebelumnya terhitung telah dua kali Presiden Joko Widodo menandatangani Keppres perpanjangan hingga 27 April nanti. Publik turut mengamati bahwa sejak akhir Maret lalu, Komisi VI DPR, menjalankan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 calon komisioner yang diajukan Presiden pada 22 November 2017.

Penundaan ini dikarenakan Komisi VI DPR RI sempat mempermasalahkan mengenai independensi dan kredibilitas Tim Pansel dalam memilih 18 calon komisioner yang diajukan oleh Presiden kepada DPR. Seperti adanya anggota tim pansel yang pernah menjadi kuasa hukum, komisaris dan ahli dari perusahaan (terlapor) yang diperiksa oleh KPPU.

Saat menjabat, masa jabatan komisioner KPPU lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal 31 ayat (4) UU No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/99) mengatur apabila karena berakhirnya masa jabatan bisa terjadi kekosongan dalam keanggotan komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.

Jika mengacu pada ketentuan tersebut, Presiden dapat memperpanjang masa jabatan komisioner KPPU atau sampai dengan ditetapkan komisioner baru.

Sebenarnya seperti apa persyaratan untuk dapat menjadi seorang komisioner KPPU? Jika mengacu persyaratan Pasal 32 UU 5/99, selain harus WNI yang berusia diatas 30 tahun dan bawah 60 tahun, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, komisioner KPPU dituntut mempunyai pengalaman di bidang usaha dan mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan ekonomi.

Persyaratan yang terakhir sangatlah penting, mengingat UU 5/99 tidak hanya mengedepankan aspek hukum, akan tetapi juga aspek ekonomi dalam pelaksanaannya. KPPU melalui para komisioner diharapkan mampu menerjemahkan harapan publik untuk dapat berperan serta mengawasi praktik persaingan usaha yang terjadi di dunia usaha.

KPPU harus dapat menyeimbangkan peran utama antara fungsi penindakan dan pencegahan. Dalam Pasal 3 UU 5/99 mengamanatkan, bahwa tujuan UU 5/99 salah satunya adalah mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kesempatan berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha, besar, menengah dan kecil.

Saat terpilih, komisioner baru bakal mendapat pekerjaan rumah yang tidak ringan. Catatan penulis adalah terkait pekerjaan rumah yang sangat penting dan prioritas untuk segera dituntaskan oleh komisioner terpilih periode 2017-2022 nantinya.

Pemerintah telah menyampaikan Daftar Inventaris Masalah (DIM) pada 29 Agustus 2017 lalu kepada DPR dalam menanggapi draft Naskah Rancangan UU 5/99. Beberapa usulan KPPU mengenai penambahan kewenangan dan penguatan kelembagaan, penerapan asas ekstrateritorialitas, persetujuan KPPU untuk proses penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perusahaan sepertinya berat untuk dapat disetujui pemerintah sehingga perlu didiskusikan lebih lanjut.

KPPU perlu duduk kembali bersama pemerintah, DPR dan para stakeholders terkait lainnya untuk mendiskusikan hal tersebut. Karena apabila usulan itu disetujui, tentu akan membawa dampak yang cukup signifikan bagi kebijakan dan hukum persaingan usaha serta dunia usaha ke depan.

Hukum Acara KPPU

KPPU harus membenahi hukum acara yang ada. Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.85/PUU-XIV/2106 tanggal 20 September 2017 menetapkan bahwa KPPU merupakan institusi yang melakukan penegakan hukum dalam hukum administrasi negara, dan oleh karenanya tugas serta wewenang KPPU berada dalam wilayah hukum administrasi.

Putusan MK tersebut menegaskan, sekaligus menghilangkan keraguan mengenai norma apa yang jadi patokan KPPU yang selama ini seringkali menjadi perdebatan. Namun, hingga saat ini belum ada upaya konkret untuk membahas KPPU sebagai penegak hukum dalam wilayah hukum administrasi negara pasca putusan MK tersebut, termasuk prosedur penanganan perkara di KPPU.

Prosedur penanganan perkara di KPPU yang ada saat ini mengacu pada Peraturan KPPU No.1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara (Perkom 1/2010). Perkom 1/2010 mengatur diantaranya penyelidikan hingga persidangan di KPPU yang layaknya seperti di persidangan pengadilan. Padahal sejatinya KPPU bukan merupakan bagian dari suatu badan peradilan.

Upaya pembenahan hukum acara KPPU tentu harus pula dibarengi dengan adanya perbaikan Peraturan Mahkamah Agung No.3 Tahun 2005 (Perma 3/2005) tentang Tata Cara Pengajuan Perkara Keberatan terhadap Putusan KPPU. Perma 3/2005 mengatur bahwa pengadilan negeri hanya memeriksa keberatan atas dasar Putusan KPPU dan berkas perkara, sehingga mengesankan pemeriksaan di KPPU seolah seperti pengadilan tingkat pertama.

Dengan momentum amandemen UU 5/99 dan putusan MK tersebut, maka inilah saat yang tepat untuk melakukan upaya pembenahan hukum acara KPPU.

Misalnya, soal status pegawai Sekretariat KPPU harus dibuat lebih jelas. Unsur KPPU selain komisioner KPPU adalah Sekretariat KPPU. Keppres No.75 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Perpres No. 80 Tahun 2008 tentang KPPU, menegaskan bahwa susunan organisasi KPPU terdiri atas Anggota Komisi dan Sekretariat Komisi.

Sejak berdiri pada 2000, Sekretariat KPPU hingga saat ini belum memperoleh kepastian mengenai status kepegawaiannya. Apakah sekretariat KPPU dianggap sebagai bagian dari aparatur sipil negara (ASN) atau tetap dengan status quo seperti sekarang.

Hal ini menjadi kerisauan dan kegalauan bagi pegawai Sekretariat KPPU, sehingga tidak heran seringkali terjadi turn over yang cukup besar pegawai sekretariat KPPU, baik yang beralih menjadi PNS atau memilih berkarir di sektor swasta.

Sejalan dengan putusan MK mengenai sifat administratif dari penegakan hukum KPPU, maka sudah selayaknya status kepegawaian Sekretariat KPPU adalah aparatur sipil negara (ASN).

Kepada Komisioner baru KPPU periode 2017–2022, tentunya para pegawai sekretariat KPPU dapat berharap. Yang diperlukan saat ini adalah langkah konkrit, bukan lagi menebar angin surga atau sekedar janji manis yang enak didengar di awal, tapi minim tindakan nyata. Selamat datang para komisioner baru KPPU periode 2017–2022, selamat melakukan perubahan, pekerjaan rumah telah menanti Anda di depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×