Serikat buruh tolak ketetapan UMP DKI Jakarta

Kamis, 01 November 2018 | 20:29 WIB   Reporter: Kiki Safitri
Serikat buruh tolak ketetapan UMP DKI Jakarta

ILUSTRASI. Pemprov DKI tetapkan besaran UMP 2019 8,03%


KETENAGAKERJAAN - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) secara tegas menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 yang ditetapkan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 1 November 2018.

Menanggapi pengumuman Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) dengan UMP DKI 2019 Jakarta adalah sebesar Rp 3.940.972.

Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, upah sebesar tersebut tidak cukup untuk hidup di Jakarta dan dinilai tidak layak. Secara rinci, kebutuhan buruh dalam 1 bulan adalah makan 3 kali sehari yang lebih kurang menelan biaya Rp 45.000 per hari. Sehingga dalam 30 hari, total kebutuhan makan adalah Rp 1,35 juta.

Selain itu, biaya sewa rumah, biaya listrik, dan air dalam 1 bulan mencapai angka Rp 1,3 juta sedangkan untuk transportasi membutuhkan biaya Rp 500.000.

"Dari tiga item tersebut, sudah menghabiskan anggaran Rp 3.150.000. Ini adalah biaya tetap yang tidak bisa diotak-atik. Setelah dikurangi kebutuhan di atas, sisa UMP 2019 adalah Rp 790.972. Apa mungkin hidup di DKI dengan Rp 790 ribu untuk beli pulsa, baju, jajan anak, biaya pendidikan, dan lain-lainnya?" keluh Said secara tertulis kepada Kontan.co.id, Kamis (1/11)

Terkait dengan hal tersebut buruh mengusulkan UMP 2019 sebesar Rp 4,2 juta. Nilai ini, berasal dari hasil survey pasar mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang disepakati oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jakarta yang terdiri dari unsur tripartit (Pemerintah, Pengusaha, Pekerja) sebesar Rp 3,9 juta.

Nilai Rp 3,9 juta tersebut hanya memasukkan unsur inflansi. Itu pun inflansi tahun 2018. Padahal upah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup tahun 2019, yang tentu juga harga-harga akan mengalami kenaikan karena inflasi pada tahun depan.

Buruh meminta, untuk UMP 2019, dari KHL yang disepakati tersebut ditambah pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,15%. Hasilnya adalah sekitar Rp 4,2 juta.

“Wajar memasukkan pertumbuhan ekonomi sebagai perhitungan, karena ekonomi yang tumbuh harus dinikmati oleh kaum buruh,” kata Iqbal.

Pria yang juga menjadi Presiden FSPMI ini melanjutkan, buruh akan tetap aksi terus melawan PP 78 sebagai dasar penetapan upah minimum di seluruh Indonesia. Sebagaimana yang sudah terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Banjarmasin, Semarang, Jepara, Cilegon, Tuban, dan daerah-daerah lain.

“Aksi-aksi menolak UMP/UMK yang ditetapkan berdasar PP 78/2015 sudah berlangsung dan akan terus berlangsung di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia," pungkasnya.

Meski demikian Saefullah menyebut bahwa meskipun kenaikan UMP tidak sesuai keinginan buruh. Namun Pemprov DKI memastikan fasilitas yang memadai untuk akses transportasi, kesehatan, pangan dan pendidikan.

“Teman-teman pekerja akan diberi fasilitas oleh Pemprov DKI Jakarta berupa kartu pekerja yang nantinya akan mendapat manfaat. Kartu pekerja ini akan di gratiskan untuk naik Transjakarta, Jakgrosir, dan berbagai fasilitas lain. Ada juga penyediaan pangan murah dan bantuan operasional pendidikan atau KJP Plus bagi putra putrinya,” tegas Saefullah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru