kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,33   -6,02   -0.65%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sama-sama enak memenuhi kewajiban


Senin, 26 November 2018 / 13:30 WIB
Sama-sama enak memenuhi kewajiban


Reporter: Bagus Marsudi | Editor: Tri Adi

Tag line atau slogan "BUMN Hadir untuk Negeri" yang diluncurkan sejak Agustus 2015 silam sudah menjadi merek baku bagi badan usaha milik negera (BUMN). Dalam setiap proyek atau kegiatan BUMN, selain logo perusahaan, slogan itu selalu dicantumkan. Tak cuma itu, setiap tahun, secara berkala beberapa BUMN bersama-sama menyelenggarakan beberapa program dalam satu koordinasi secara bergantian.

"BUMN Hadir untuk Negeri" memang bentuk sinergi perusahaan pelat merah untuk membuat gerakan nyata dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Penekanan kata ‘langsung’ penting lantaran cukup banyak dana yang dikelola untuk gerakan ini. Setiap tahun, Kementerian BUMN mengalokasikan dana sebesar Rp 2,5 triliun sampai Rp 3 triliun untuk berbagai kegiatan, seperti program kemitraan, bina lingkungan, beasiswa, dan kegiatan sosial lainnya.

Ajakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil agar kepala daerah memanfaatkan secara optimal dana tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan (CSR) untuk pembangunan wilayah menunjukkan bahwa selain sinergi antara perusahaan, entah BUMN maupun beberapa perusahaan swasta, pemerintah setempat pun butuh untuk dilibatkan.

Bukan berarti selama ini tak diacuhkan, namun faktanya banyak kegiatan yang diselenggarakan, tapi belum terasa manfaatnya secara langsung ke daerah/ masyarakat.

Langkah untuk membuat Forum CSR memang bukan hal baru. Di beberapa daerah, sudah dibentuk Forum CSR. Namun, tidak semua bisa berjalan efektif, karena bisa jadi belum ada komitmen bersama untuk pengembangan daerah. Di beberapa tempat, justru yang terjadi, forum itu menjadi ajang "main belakang", seperti tawar menawar komisi atas kelancaran perizinan dan limpahan proyek. Bahkan, sering kali menjadi strategi "menghemat" anggaran proyek daerah dengan memanfaatkan dana dari pihak luar. Padahal, sebenarnya proyek itu sudah dianggarkan dalam anggaran tahunan daerah!

Memang tidak bisa semua kegiatan dan proyek pengembangan daerah mengandalkan anggaran dari pemerintah. Selain kebutuhannya cukup banyak dan besar, pemerintah menentukan prioritas tiap tahun. Di sisi lain, sebagai perusahaan yang mengambil manfaat dari aset di daerah, perusahaan juga berkewajiban memberi kontribusi timbal balik. Jika tidak, risikonya justru lebih berat: konflik dengan masyarakat yang merasa tak mendapat apa-apa dari kehadiran perusahaan di wilayahnya.

Karena itu, pembentukan Forum CSR yang melibatkan daerah, tak cukup selesai pada pertemuan di meja. Tetapi, lebih dari itu, baik perusahaan, pemerintah daerah, dan perwakilan masyarakat bisa menyepakati program prioritas bagi masyarakat yang perlu segera ditindaklanjuti dengan menggunakan dana CSR perusahaan. Dengan begitu, tujuan penggunaan dana bisa sampai, sekaligus manfaat bisa dirasakan masyarakat dan daerah.

Opsi sinergi antar-perusahaan dalam penerapan CSR seperti yang telah dilakukan oleh BUMN dalam tiga tahun terakhir bisa juga menjadi model bagi pengelolaan program CSR di daerah. Tak cuma sinergi mengelola program, tetapi juga pendanaan.

Dengan begitu, perusahaan juga tidak menanggung beban terlalu besar, sekaligus bisa menyebar dana ke lebih banyak program. Secara tak langsung, lewat banyak program, citra perusahaan juga terangkat.

Meski sudah ada regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan program CSR, belum ada aturan detail bagaimana teknis koordinasinya. Pemerintah lewat Badan Koordinasi CSR Nasional (BKCN) perlu lebih aktif untuk membuat aturan main yang jelas, sehingga semua pihak akhirnya sama-sama enak.•

Bagus Marsudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×