kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RPP Pajak Tambang disorot, Adaro: Kenaikan royalti harusnya saat harga tinggi


Rabu, 30 Januari 2019 / 20:00 WIB
RPP Pajak Tambang disorot, Adaro: Kenaikan royalti harusnya saat harga tinggi


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) berharap penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang usaha pertambangan batubara tidak menganggu investasi bisnis pertambangan.

Seperti diketahui, agaknya pemerintah memang ingin memaksimalkan penerimaan dari produsen batubara berskala besar, yakni pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Sebelumnya, Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hufron Asrofi mengakui penerimaan negara dalam paket RPP itu nantinya akan lebih besar. "Iya dong, kita harus begitu," ujar dia, tanpa membeberkan detail skema perpajakan itu.

Menanggapi hal itu, Febriati Nadira Head of Corporate Communication Division Adaro Energy mengatakan, Adaro sebagai perusahaan yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) akan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku.

Namun, kata dia, sebagai kontraktor pemerintah, perusahaan berharap agar dalam penyusunan RPP tersebut pemerintah dalam mengenakan pajak-pajak dan pungutan dapat menerapkan formula yang bisa mendorong iklim investasi yang lebih menarik di bidang pertambangan batubara yang pada akhirnya akan berkontribusi pada penerimaan negara yang optimal.

Seperti yg diketahui, di industri batubara tingkat persaingan antara negara-negara eksportir cukup tinggi. Salah satu pesaing terdekat adalah Australia, dimana di negara ini aturan penerimaan pajak & royalti mampu menciptakan iklim positif untuk investasi di industri batubara sehingga  membuat Australia tetap bertahan sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia.

“Karena itu, harapan kami agar kenaikan tarif royalti batubara baru dikenakan dalam kondisi harga batubara yang tinggi. Contohnya di negara bagian Queensland - Australia dimana royalti ditetapkan 7% untuk harga batubara hingga US$ 100 per ton," kata dia ke Kontan.co.id, Rabu (30/1).

Kata dia, formula semacam ini mirip dengan windfall profit tax. Sehingga dalam kondisi ini perusahaan dapat melakukan kegiatan penambangan secara lebih berkelanjutan sehingga industri batubara dalam negeri tidak kalah bersaing dengan negara-negara eksportir batubara lainnya, sekaligus dapat mengoptimalkan cadangan batubara nasional untuk ikut mendukung  ketahanan energi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×