kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pernyataan Jokowi tetap butuh bukti


Senin, 25 September 2017 / 11:14 WIB
Pernyataan Jokowi tetap butuh bukti


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang terkepung masalah. Selain menghadapi serangan fisik, seperti penyerangan terhadap penyidik, KPK  juga menghadapi tekanan politis.

Sejak Juli lalu, DPR membentuk panitia khusus hak angket atas KPK. Versi DPR, tujuan pembentukan pansus adalah memperbaiki KPK. Namun banyak yang menilai misi utama yang diemban pansus adalah melemahkan KPK.
 

Sebanyak 11 butir rekomendasi sementara yang telah diterbitkan Pansus Hak Angket KPK seakan memperkuat kecurigaan tersebut, Pansus menyebut KPK kini bak super body. Itu sebabnya, pansus merekomendasikan pemberian kewenangan pengawasan atas KPK ke DPR.
 

KPK tidak mengakui keberadaan pansus karena menilai pembentukan pansus melampaui kewenangan lembaga tersebut.

Untuk menjembatani perseteruan di antara kedua lembaga itu, pengamat hukum Refly Harun menyatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi)  bisa memainkan peran yang besar.
 

Kepada Wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo, Refly menceritakan apa saja yang bisa dilakukan Presiden Jokowi untuk memadamkan perseteruan di antara KPK dan DPR. Berikut nukilannya:
 

KONTAN: Dari sisi keilmuan, bagaimana Anda melihat apa yang kini terjadi di antara DPR dengan KPK?
REFLY:
Ini semacam anomali, kalau dipandang dari sudut yang normal. Anomalinya adalah wakil rakyat justru tidak memikirkan kepentingan masyarakat. Karena kepentingan masyarakat adalah pemberantasan korupsi berjalan dengan baik. Karena korupsi telah merusak sendi kehidupan bangsa.

Faktanya, KPK adalah lembaga terdepan untuk memberantas korupsi. Namun yang terjadi, wakil rakyat bukan mengefektifkan pemberantasan korupsi, malah melakukan sebaliknya. Ingin KPK berada di jurang kehancuran. Ingin KPK bubar.

KONTAN: Apa ada pernyataan dari anggota pansus DPR tentang niat itu?
REFLY:
Sebenarnya belum ada pernyataan resmi dari Pansus DPR seperti itu. Kecuali, kemarin sempat ada pernyataan dari anggota Panitia Angket dari Fraksi PDI Perjuangan, Henry Yosodiningrat. Ia mengusulkan KPK dibekukan sementara waktu.

Namun sesungguhnya itu adalah pernyataan paling jujur dari Pansus DPR. Sederhana saja, mengapa DPR resah dengan KPK. Karena di tiga cabang kekuasaan, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif, terancam oleh KPK.

Kita kan tidak pernah melihat ada operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh jaksa atau polisi di tiga cabang kekuasaan tersebut.  Hanya KPK yang melakukan itu. Jadi dalam konteks ini, publik curiga kalau dari awal tujuan pembentukan Pansus DPR adalah membubarkan atau melemahkan KPK.

KONTAN: Secara prosedural hukum, apakah mungkin Pansus membubarkan KPK atau membekukan sementara?
REFLY:
Satu-satunya cara untuk membubarkan KPK adalah merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, baik dengan cara mencabutnya ataupun melakukan amandemen.

Baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya, kalau mau membubarkan KPK secara nyata, ya cabut langsung UU-nya. Kalau UU dicabut, kan sudah tidak ada dasar lagi bagi KPK.

Atau cara lain adalah merevisi UU  sedemikian rupa hingga fungsi KPK tidak greget lagi. Misal, untuk menyadap, KPK perlu izin dari pengadilan. Lalu, kewenangan penuntutan KPK ditiadakan.

Atau, KPK hanya boleh mengurusi perkara yang nilai kerugiannya di atas Rp 10 miliar. Ini kan sama dengan menghilangkan peranan KPK dalam proses pemberantasan korupsi.

KONTAN: Bukankah DPR sudah pernah mencoba menggulirkan proses amandemen UU KPK?
REFLY:
Ya, selama ini tidak berhasil karena selalu mendapat penolakan dari publik. Tetapi, percobaan itu akan terus dilakukan. Saya kira Pansus tidak akan sekasar itu langsung ingin membubarkan KPK.

Jika melakukan itu, mereka akan menghadapi resistensi dari masyarakat. Tetapi pasti ada elemen-elemen Pansus yang ngotot ingin KPK dilemahkan.

Ada juga elemen-elemen lain yang lebih soft. Kelompok ini yang mayoritas di DPR karena mereka memang khawatir menghadapi gelombang penolakan dari masyarakat.

Namun, baik yang soft maupun yang hard, tujuannya ya sama, meniadakan atau melemahkan KPK. Tentu saja karena KPK ini mengusik kenyamanan elit politik.

KONTAN: Jadi mungkin saja Pansus menerbitkan rekomendasi untuk amandemen UU?
REFLY:
Tentu, kemungkinan itu ada. Ujung dari Pansus DPR ini adalah rekomendasi untuk memperbaiki aturan KPK. Ini yang memang sedang dijalankan.

Tentu melalui amandemen Undang-Undang KPK. Nah, UU KPK itu diubah dengan persetujuan DPR dan Presiden. Jadi kalau Pansus ingin mengubah UU KPK, ya mereka harus menekan Presiden.

Tentu, tekanan ke Presiden itu dilakukan melalui rekomendasi Pansus. Nanti Presiden kemudian di-fait accompli seolah-olah setuju untuk mengubah UU KPK karena ada rekomendasi dari Pansus.

Kalau sudah seperti ini, ada joint power atau kesepakatan untuk memang melemahkan KPK. Selama ini, yang menjaga KPK adalah masyarakat. Terutama orang-orang yang bukan cinta KPK, tetapi mereka yang ingin Indonesia ini bersih dari perilaku korupsi.

KONTAN: Artinya ada grand desain untuk menekan Presiden Jokowi secara politik untuk melemahkan KPK?
REFLY:
Presiden atau pemerintah akan berada di tengah-tengah, di antara tekanan dari DPR melalui rekomendasi Pansus dan menerima aspirasi masyarakat, yang menginginkan KPK dikuatkan.

KONTAN: Dalam proses ini, berarti Presiden mempunyai peranan besar untuk mempertahankan KPK?
REFLY:
Kunci perseteruan KPK dengan DPR atau keinginan untuk melemahkan KPK itu memang ada di tangan pemerintah, dalam hal ini presiden. DPR melalui pansus mau jungkir balik bilang ini dan itu, atau berbuat apapun selama pemerintah tidak mau mengubah UU KPK, ya itu tidak akan terjadi.

Cuma masalahnya, pemerintah juga akan berpikir posisinya. Karena pemerintah berdiri di antara surga dan neraka. Berdiri di dua sisi, masyarakat dan DPR. Kalau DPR menginginkan agar KPK dilemahkan, tetapi masyarakat ingin menjaga.

Kalau diserahkan ke DPR dan presiden saja, pelemahan KPK bisa saja terjadi. Masyarakat lah yang menjaga KPK. Maka, saya berharap di masa Presiden Jokowi tidak terjadi pelemahan KPK.

Kalau terjadi pelemahan, maka ini akan sangat mengecewakan. Dan ini pernah hampir terjadi di ribut-ribut pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri.

KONTAN: Upaya pelemahan KPK melalui Pansus ini merupakan upaya terkuat, ya?
REFLY:
Kalau proses pelemahan KPK sebelumnya sudah ada. Melalui kriminalisasi pimpinan, namun itu gagal. Saat ini, upaya  melalui Pansus memang bisa lebih keras, karena tekanannya lebih konstitusional.

DPR menggunakan soft power atau tekanan yang lebih lunak dibandingkan sebelumnya yang menggunakan kekuatan kriminalisasi. Jadi lebih tajam.

Nanti ujungnya bisa saja presiden mengatakan: “Saya ini kan menjalankan rekomendasi Pansus.” Atau, berkilah “Ini kan hasil dari penyelidikan dan konstitusional.” Kalau kesepakatan antara eksekutif dan legislatif semacam ini yang muncul, berbahaya.

Menurut saya, pertahanan terakhir dari KPK adalah masyarakat. Cuma kita mengharapkan presiden tetap pada posisi memperkuat KPK bukan malah melemahkan.

KONTAN: Apa tidak cukup Presiden Jokowi menyatakan statement mendukung KPK?
REFLY:
Yang menjadi persoalan, pernyataan Jokowi tetap memerlukan bukti. Menurut saya, statement Presiden Jokowi terkadang tidak cukup kuat. Terbukti pada masa awal konflik KPK dengan Polri, keberpihakannya ke KPK cukup lemah.

Nah, saya berharap Presiden Jokowi kali ini serius melihat bahwa persoalan akut negara kita adalah korupsi. Artinya,  lembaga pemberantas korupsi harus benar-benar dijaga.

KONTAN: Apakah Anda risau, ada pejabat pemerintah yang memperlihatkan sikap mendukung Pansus?
REFLY:
Saya mengatakan cabang-cabang kekuasaan, termasuk presiden sendiri, tidak ada yang suka dengan KPK. Apalagi dalam kasus KTP elektronik, beberapa nama pejabat disebut-sebut. Sehingga secara insting semua pasang kuda-kuda terhadap KPK.

Tidak ada pejabat yang berani berdiri untuk membela KPK. Tentu saja kita berharap Presiden Jokowi berani. Karena secara history tidak terlalu bermasalah dengan kasus korupsi dan KPK.

Karena tidak bisa berharap dari menteri yang sebenarnya juga bermasalah dengan KPK. Itu sebabnya mereka menjadi bagian dari upaya melemahkan KPK.

Ini memang sejalan dengan pemikiran dari Jaksa Agung yang menyatakan di Singapura dan di Malaysia, fungsi penuntutan korupsi berada di kejaksaaan.

Padahal, kita tahu bahwa hadirnya KPK karena penegak hukum seperti Kejaksaan itu masih bermasalah dalam hal pemberantasan korupsi. Kalau kejaksaan dalam hal penuntutan tidak bermasalah, KPK tidak dibutuhkan lagi.

Tetapi selama problem penegakan hukum baik kejaksaan dan polisi terus bermasalah maka kehadiran KPK akan masih terus relevan.

KONTAN: Pansus banyak menyerang soal hukum acara yang digunakan KPK. Apalah memang itu bermasalah?
REFLY:
KPK itu bukan malaikat tanpa kelemahan. Tetapi kita bicara antara prioritas. Saat ini yang menjadi prioritas bukan mengotak-atik atau melemahkan KPK tetapi bagaimana memperbaiki institusi hukum lainnya bagaimana bersama-sama melakukan pemberantasan korupsi yang efektif.

Kita memang tidak boleh menutup mata kalau ada kelemahan-kelemahan dari KPK. Tetapi kelemahan KPK itu tidak seseram yang kita bayangkan.

Yang paling penting adalah KPK melakukan pemberantasan korupsi secara benar. Mereka yang dijadikan tersangka atau terdakwa itu semuanya kena hukum kok. Tidak ada yang bebas.

Kecuali Hadi Purnomo dan Budi Gunawan, itupun melalui pra peradilan. Proses yang agak berbeda. Sehingga dari situ kita melihat kalau KPK kerjanya sudah profesional.

Kalaupun ada tebang pilih yang dilakukan KPK, ya inilah kerja dari polisi atau jaksa untuk mem-back-up kerja KPK. Karena tangan KPK kan terbatas.

Tetapi selama ini keduanya, baik jaksa dan polisi, kan memiliki level of trust masih rendah. Ya tentu ada risiko kasus yang akan disidik malahan bebas karena level of trustnya masih rendah.

Dan sekali sudah disidik, tidak boleh diulang lagi. Nah level of trust ini belum ada lembaga-lembaga  di luar KPK. Makanya ini terbukti masyarakat terlihat saat mengadu kasus korupsi ke KPK bukan ke penegak hukum lain.

KONTAN: Selain melemahkan, Pansus punya peluang untuk ikut mendukung pemberantasan korupsi?
REFLY:
Pansus punya peluang untuk memperbaiki kondisi negara. Bisa saja Pansus memberikan rekomendasi untuk perbaikan-perbaikan sepanjang itu memang untuk memperbaiki proses yang sedang dijalankan oleh KPK.

Tetapi jangan sampai rekomendasi itu mengarah ke pelemahan. Ini yang harus ditolak. Misalnya, penuntutan itu ditiadakan. Padahal kekuatan KPK itu ada di kewenangan penuntutan sekaligus penyidikan.

Kalau penuntutan dilakukan oleh institusi lain, KPK buat penyidikan yang tajam, tetapi kalau penuntutannya lemah, ya menjadi sama saja. Mudah-mudahan saja ending Pansus adalah memberikan rekomendasi atau masukan untuk memperbaiki KPK.

Refly Harun, Pengamat Hukum Tata Negara

Riwayat pendidikan:
- S1 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
- S2 Hukum Universitas Indonesia Jakarta
- Legal Law Master University of Notre Dame, Amerika Serikat
- S3, Ilmu Hukum, Universitas Andalas, Padang Sumatera Barat

Riwayat pekerjaan:
- Staf ahli di Mahkamah Konstitusi (MK)
- Pengajar di Universitas Tarumanegara Jakarta
- Konsultan Centre of Electoral Reform (Cetro)
- Direktur Constitutional and Electoral Reform Centre
- Staf Ahli Presiden di Bidang Hukum
- Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk     

* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 18 September 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Pernyataan Jokowi Tetap Butuh Bukti"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×