Berita Market

Penundaan proyek jadi kesempatan kontraktor atur napas

Senin, 05 November 2018 | 15:52 WIB
Penundaan proyek jadi kesempatan kontraktor atur napas

ILUSTRASI. PEMBANGUNAN TOL SALATIGA-KARTASURA

Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berniat menunda sejumlah proyek infrastruktur guna menurunkan impor. Upaya ini jadi strategi untuk menekan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Mayoritas proyek yang terkena pisau penundaan itu digarap oleh emiten konstruksi plat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Toh, alih-alih merugikan, rencana itu justru bisa memberikan sentimen positif bagi emiten BUMN konstruksi.

Mereka bisa mengambil napas mengelola arus kas atau cashflow. Selama ini, peningkatan risiko tidak lancarnya cashflow menjadi isu utama sektor konstruksi. Sebab, kebanyakan proyek konstruksi menggunakan skema pembayaran di belakang atau setelah proyek selesai (turnkey).
 
Alhasil, kontraktor harus berutang untuk membiayai proyek sehingga beban keuangannya meningkat. Tak heran, semakin banyak menggarap proyek infrastruktur dari pemerintah cashflow seringkali negatif.
 
Apalagi, acap terjadi, pembayaran dari pemerintah terlambat. "Jika pembangunan infrastruktur ditunda, cashflow emiten konstruksi bisa bagus," jelas Wijen Ponthus, analis Royal Investium Sekuritas Indonesia, Jumat (2/11).
 
Setali tiga uang, Giovanni Dustin Analis Mirae Sekuritas Indonesia mengatakan, emiten konstruksi terus membutuhkan pendanaan tambahan. Terlebih, masih banyak proyek strategis nasional yang belum selesai.
 
Dari 245 proyek, baru enam proyek yang bisa diselesaikan sepanjang tahun lalu. "Tingkat leverage akan terus naik karena pembangunan infrastruktur terus berlanjut menjelang tahun pemilu," kata Giovanni dalam riset 16 Agustus 2018.
 
Nah, jika penundaan proyek diterapkan, emiten konstruksi bisa mengambil napas sejenak. Namun, tak bisa dipungkiri, kebijakan tersebut juga berpotensi mengurangi pemasukan emiten konstruksi.
 
Oleh karena itu, menurut Wijen, penundaan proyek infrastruktur diharapkan tidak dilakukan untuk proyek yang membutuhkan waktu balik modal atau break event point (BEP) yang panjang. Jika pilihan itu yang diambil pemerintah, emiten konstruksi BUMN bakal menanggung kerugian yang signifikan.
 
Kiswoyo Adi Joe, Kepala Riset Narada Kapital Indonesia, punya pandangan senada. Penundaan proyek infrastruktur berpotensi mengerem pemasukan emiten konstruksi yang sejatinya saat ini tengah dalam tahap ekspansi.
 
Tapi, emiten BUMN konstruksi punya jurus lain untuk menyiasatinya. Misalnya, beralih mengincar proyek yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi. Menurut Kiswoyo, jumlah proyek dengan TKDN tinggi relatif banyak cukup banyak.
 
Prospek ke depan
 
Dia menambahkan, emiten konstruksi juga masih bisa menyiasatinya dengan mencari proyek jangka pendek. "Kinerja sektor konstruksi tidak ada masalah karena di tahun depan banyak menerima proyek jangka pendek yang selesai dalam waktu sekitar satu tahun," imbuh Kiswoyo.
 
Alhasil, kesimpulannya, prospek emiten konstruksi masih berkibar. Oleh karena itu, dia menyarankan, investor bisa mulai mengakumulasi saham emiten konstruksi.
 
Terlebih, dalam waktu dekat saham sektor konstruksi berpotensi naik karena tersokong laporan keuangan di kuartal ketiga dan keempat secara tren selalu positif. Sebab, dana pembayaran proyek infrastruktur dari pemerintah cenderung mulai cair pada kuartal terakhir.
 
Nah, Wijen menjagokan saham WSKT, dan memberi rekomendasi buy di target harga Rp 1.750 per saham hingga akhir tahun ini. Sedangkan target harga tahun depan dalam kisaran Rp 2.100 hingga Rp 2.150 per saham.
 
Kiswoyo merekomendasikan buy WIKA di target harga Rp 3.000 per saham, WSKT di target harga Rp 3.000 per saham dan ADHI di target harga Rp 2.500 per saham. Semua target harga tersebut berlaku hingga 12 bulan ke depan.
 
Penilaian Giovani, saham sektor konstruksi memiliki risk dan reward yang seimbang. Oleh karena itu, dia merekomendasikan neutral saham sektor konstruksi.

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru