kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pakistan tinjau ulang pinjaman US$ 8,2 miliar dari China


Senin, 01 Oktober 2018 / 17:51 WIB
Pakistan tinjau ulang pinjaman US$ 8,2 miliar dari China
ILUSTRASI. Ilustrasi Timur Tengah


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - ISLAMABAD. Setelah tertunda lama, Pakistan meninjau ulang pinjaman hutang dari China melalui Belt and Road Initiative (BRI) sebesar US$ 8,2 miliar. Pinjaman ini akan ditujukan dalam pembangunan jalur kereta yang mengular dari Laut Arab hingga kaki bukit Hindu Kush atau jalur kereta api ML-1.

Peninjauan ulang ini disampaikan oleh pemerintahan baru Pakistan di bawah kekuasaan Perdana Menteri Imran Khan. Ia menyatakan kekhawatiran tentang naiknya tingkat utang dan mengatakan negara harus menyapih pinjaman dari luar negeri.

Pejabat Pakistan mengkhawatirkan bahwa kesepatan tersebut dirundingkan secara buruk, dimana terlalu mahal atau terlalu menguntungkan China. Pemerintah baru mewaspadai berbagai kerja sama antara pemerintah terdahulu dengan China. Hal ini seiring dengan menurunkan antusiasme akan investasi China di Srilanka, Malyasia, dan Maldives.

Menanggapi hal ini, Tiga penjabat China menyatakan kepada Reuters, China hanya bersedia meninjau kembali berbagai proyek yang belum dimulai. Sedangkan Menteri Luar Negeri China menyatakan bahwa kedua belah pihak berkomitmen untuk menjalankan proyek-proyek BRI.

"Untuk memastikan proyek-yang yang dibangun dapat beroperasi secara normal, dan proyek yang sedang dibangun berjalan dengan lancar," ujarnya.

Pejabat Pakistan menyatakan mereka tetap berkomitmen terhadap investasi China, namun menginginkan menurunkan harga yang lebih terjangkau. Seiring dengan mengoerientasikan kembali Koridor Ekonomi China- Pakistan (CPEC) yang telah menjanjikan dana infrastruktur sebesar US 60 miliar. Dana ini difokuskan untuk proyek-proyek pembangunan sosial sesuai dengan janji kampanye pemilu Khan.

Duta Besar China untuk Pakistan, Yao Jing mengatakan bahwa China terbuka terhadap usulan perubahan yang diajukan oleh pemerintah baru. Serta hanya akan melanjutkan proyek-proyek yang diinginkan Pakistan. "Kami akan mengikuti agenda mereka untuk menyusun peta jalan untuk proyek-proyek BRI berdasarkan konsultasi timbal balik," ujar Yao.

Upaya Islamabad untuk mengkalibrasi ulang CPEC menjadi lebih rumit oleh ketergantungan Pakistan pada pinjaman Cina untuk menopang perekonomiannya yang rentan.

Semakin besarnya celah hubungan diplomatis antara Pakistan dengan sekutu Amerika Serikat terut melemahkan negosiasi, karena krisis saat ini yang cenderung mengarah pada bailout Dana Moneter Internasional. Hal ini memungkinkan adanya pemotongan belanja Pakistan.

“Kami memiliki cadangan, tetapi tidak ada negara lain yang berinvestasi di Pakistan. Apa yang bisa kita lakukan? ”Kata seorang menteri Pakistan kepada Reuters.

Jalur Kerta Api yang Rentan

Jalur kereta api ML-1 merupakan tulang punggung jaringan kereta api yang bobrok di Pakistan. Dalam beberapa tahun terakhir, jalur ini runtuh di saat minat penumpang juga turun. Sehingga jalur kereta pun ditutup.

Pemerintah Khan telah berjanji untuk membangun 1.872 km jalur proyek CPEC prioritas. Jalur ini akan membantu masyarakat miskin melakukan perjalanan di seluruh negara Asia Selatan.

Namun Islamabad sedang menjajaki opsi pendanaan untuk proyek CPEC yang berangkat dari model pinjaman BRI milik China. Selain itu, Pakistan juga mengundang investor asal Arab Saudi dan negara lainnya.

Dalam pembangunan proyek ini, terdapat model build-operate-transfer (BOT). Model ini akan melihat pembiayaan dari investor, lalu membangun proyek, dan menutup investasi dari arus kas yang dihasilkan. Barulah proyek tersebut dikembalikan ke Pakistan dalam beberapa dekade kemudian.

Yao mengatakan China terbuka dengan skema BOT dan akan mendorong perusahaan China untuk melakukan investasi.

Sebenarnya, mega proyek kereta api dibawah naungan BRI China telah mengalami masalah di berbagai wilayah di Aisa. Jalur kereta yang menghubungkan Thailand dan Laos juga mengalami penundaan pembayaran investasi.

Sementara itu, Perdana Menteri Baru Malaysia Mahathir Mohamad langsung membatalkan East Cost Rail Link (ECRL) senilai US$ 20 miliar yang didanai oleh China.

Menurut penulis buku tentang hubungan China dan Pakistan, Andrew Small menyatakan Beijing sendiri gemar menawarkan pinjaman, namun enggan berinvestasi di Pakistan. Lantaran berbagai proyek di Pakistan jarang yang menguntungkan.

"Masalahnya adalah orang China tidak berpikir meraka akan mendapatkan uang dari proyek ini dan tidak tertarik untuk skema BOT," ujar Small.




TERBARU

[X]
×