kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pajak alat berat mengancam penyaluran pembiayaan


Kamis, 19 April 2012 / 09:16 WIB
Pajak alat berat mengancam penyaluran pembiayaan
ILUSTRASI. Japfa Comfeed (JPFA) targetkan pertumbuhan 10%-15% pada tahun ini.


Reporter: Mona Tobing | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Penolakan atas pengenaan pajak alat besar dan alat berat sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah makin meluas. Setelah Asosiasi Perusahaan Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), perusahaan pembiayaan juga menyatakan penolakan.

Sejumlah perusahaan multifinance menilai pajak alat berat yang beroperasi di kawasan pertambangan berpotensi menekan pembiayaan di sektor sewa guna usaha atau kredit alat berat. Pasalnya, menurut Andrijanto, Direktur Keuangan PT Surya Artha Nusantara Finance (SAN), pengusaha akan mengurangi porsi pembelian alat berat.

Padahal, pasar pembiayaan alat berat sejak tahun lalu cukup bagus dengan pertumbuhan 44% menjadi Rp 76,6 triliun. Sedangkan sejak awal 2012 sampai Februari lalu, pembiayaan alat berat tumbuh paling tinggi dibandingkan sektor lain yaitu sebesar 19,22% jadi Rp 91,33 triliun.

"Kalau ada pajak lagi, pasti pembiayaan melambat," kata Andrijanto, Selasa (17/4). SAN Finance merupakan salah satu pemain utama di pembiayaan alat berat.

Selama ini, alat berat telah dikenai pajak biaya bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sebesar 0,75% dari harga dan dikenakan sekali lagi pada saat pembelian. Ada pula, pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 0,1%-0,2% dari harga per tahun.

Nah, pajak baru nanti berlaku untuk kendaraan alat berat di wilayah pertambangan batubara di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera. Menurut Andrijanto, pajak itu kan mengurangi penyaluran pembiayaan kendaraan seperti buldozer, grader, traktor, dan dumptruck.

Budi Munthe, Sekretaris Perusahaan PT BFI Finance, mengatakan, pajak berpotensi mengurangi margin pengusaha dan multifinance. Karena itu, ia berharap, agar pajak itu urung dilaksanakan. Namun, bila pajak baru tetap berlaku, Andrijanto mengharapkan adanya masa peralihan sehingga pengusaha bisa beradaptasi dan industri pembiayaan menyesuaikannya.

Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Aspindo mengajukan uji materi UU itu Mahkamah Konstitusi. Bila pengusaha menang, pajak tambahan itu dibatalkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×