kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,78   5,42   0.58%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mulai panas, harga minyak diramal bisa menuju US$ 100 per barel


Senin, 24 September 2018 / 14:56 WIB
Mulai panas, harga minyak diramal bisa menuju US$ 100 per barel
ILUSTRASI. HARGA MINYAK DUNIA


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah melonjak 2% pada Senin (24/9) seiring dengan rencana Washington menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Beberapa traders memperkirakan, harga minyak mentah bisa kembali ke US$ 100 per barel.

Harga minyak mentah dunia jenis Brent sempat meloncat 2% ke level tertinggi sejak Mei menjadi US$ 80,43 per barel. Namun, lonjakan harganya mereda tipis ke US$ 80,37 per barel. 

Sedangkan harga West Texas Intermediate (WTI) naik 1,8% menjadi US$ 72,06 per barel.

Di tengah persaingan ketat produksi, EIA melaporan pekan lalu bahwa cadangan minyak komersil AS berada di level terendah 2015. Meskipun produksi tetap berada di level rekor 11 juta barel per hari, penurunan aktivitas pengeboran di AS memberi sinyal akan ada penurunan produksi. 

Perusahaan trading energi, Trafigura and Mercuria memperkirakan, harga minyak Brent akan naik menjadi US$ 90 per barel pada Natal, dan melewati US$ 100 pada tahun 2019. Hal ini akan terjadi begitu AS menerapkan sanksi pada Iran yang akan memperketat pasar minyak mentah dunia. 

JP Morgan sebelumnya menghitung, sanksi terhadap Iran ini akan menghilangkan pasokan ekspor minyak 1,5 juta barel per hari. Sementara Mercuria memperkirakan sampai 2 juta.  

Bank investasi asal AS ini pada Jumat lalu menilai, kemungkinan harga minyak sampai US$ 90 per barel sangan mungkin terjadi dalam beberapa bulan ke depan, terimbas penjatuhan sanksi Iran. 

Tapi, dalam laporannya, JPMorgan memperkirakan harga Brent dan WTI berada di kisaran US$ 85 dan US$ 76 per barel dalam enam bulan ke depan. 

Sementara itu, Arab Saudi yang memimpin Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan negara aliansi produsen minyak Rusia disebut tengah membahas kenaikan produksi untuk menambah pasokan yang hilang akibat sanksi Iran.

Tapi, dalam pertemuan tersebut, Arab Saudi menolak memproduksi minyak berlebih dibanding permintaan yang ada. Saudi juga mengklaim tidak akan menggerakkan harga.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×