kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Membuat bisnis keluarga profesional


Senin, 26 November 2018 / 18:06 WIB
Membuat bisnis keluarga profesional
ILUSTRASI. Arief Goenadibrata, CEO PT. Madusari Murni Indah Tbk


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Mesti Sinaga

PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) atau Molindo Grup merupakan induk perusahaan yang menaungi tiga anak perusahaan sekaligus.

Mereka adalah PT Molindo Raya Industrial sebagai produsen etanol, PT Molindo Inti Gas sebagai produsen gas CO2, dan PT Sumber Kita Indah yang menangani jaringan distribusi dua produk itu.

Di PT Madusari Murni Indah Tbk dan PT Molindo Raya Industrial, saya memimpin langsung sebagai Chief Executive Officer (CEO). Sejak saya bergabung pada September 2017, paketnya memang seperti itu.

Untuk bisa membawa induk perusahaan melakukan initial public offering (IPO) saya harus bisa mengendalikan yang paling besar, yaitu PT Molindo Raya Industrial.

Bayangkan kalau saya menjadi CEO perusahaan induk, sementara perusahaan yang paling besar justru ada di tangan orang lain. Kalau dia memiliki arah yang berbeda, pasti rencana IPO tidak bakal jadi.

Ada dua amanat yang diberikan pemegang saham kepada saya. Pertama, membawa perusahaan untuk IPO.

Kedua, menjadikan perusahaan lebih profesional. Ini perusahaan keluarga yang diserahkan pengelolaanya kepada para profesional.

Pemegang saham meminta saya membentuk tim di Molindo Grup. Karena itu, saat kali pertama masuk, yang saya lakukan adalah memetakan kondisi perusahaan dan membuat gap analisis.

Saya mencari tahu di mana level perusahaan sekarang berada. Kemudian membandingkannya dengan perusahaan terbuka. Dari situ, saya melihat untuk menuju level perusahaan terbuka harus menyiapkan apa dan butuh waktu berapa lama.   Kami menyiapkan dalam waktu 1 tahun.

Sebenarnya persiapan IPO sudah mulai dilakukan sebelum saya bergabung. Madusari Murni sudah mulai menata diri dengan beberapa konsultan. Begitu masuk, saya membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek.

Boleh dibilang kami berlari dalam menyiapkan IPO. Mulai dari memenuhi syarat dan kewajiban IPO, hingga menyiapkan mental keluarga para pemegang saham.

Ini pertama kalinya saya menghantarkan perusahaan untuk IPO. Sebelumnya saya pernah memimpin perusahaan publik, yaitu PT Tira Austenite Tbk. Karena itu saya tahu aturannya harus seperti apa.

Walaupun kondisi ekonomi sedang sulit, kenyataannya IPO kami sukses. Harga saham berlipat-lipat dan permintaan melebihi jatah, oversubsribe. Awalnya saham MOLI ditawarkan dengan harga Rp 580 per saham, dan melejit jadi Rp 870. Rabu (24/9) harga MOLI Rp 1.190.

Kalau ditanya susah tidak IPO di tengah kondisi seperti ini? Jawabannya susah.

Tetapi semua ini ada caranya. Kuncinya bagaimana menciptakan permintaan. Di tengah masa paceklik, investor tetap harus berinvestasi. Cuma, mereka menjadi lebih selektif.  Nah, tugas saya memastikan MOLI masuk dalam list investor.

Tapi kami lihat ternyata dana perbankan masih lebih murah ketimbang dana IPO. Dana dari bank  itu saat tidak digunakan, kami tidak harus bayar. Tapi kalau sudah IPO, kami dituntut memberikan keuntungan.

Pada Juli 2017 kami mendapatkan pinjaman bank. Sehinga kami menurunkan target IPO. Rencana awal MOLI akan melepas 20% saham ke publik, tetapi realisasinya hanya 15%.  

Melanjutkan Ekspansi

Pasca IPO ada empat rencana besar yang harus kami lakukan. Pertama, meningkatkan porsi ekspor ke regional. Sekarang 60% produk kami masih ditujukan untuk konsumen lokal.

Porsi ekspor baru mencapai kisaran 40% ke Vietnam, Filipina dan Selandia Baru. Harapannya porsi keduanya bisa seimbang.

Kedua, adalah penambahan kapasitas. Pembangunan pabrik kedua sudah mulai di Lampung berkapasitas  50 juta liter per tahun. Diharapkan bisa beroperasi penuh tahun 2020.

Saya targetkan tahun depan  kami bisa mulai mendatangkan pemasukan secara parsial. Kami akan mulai memproduksi etanol dengan bahan baku setengah jadi. Kami lebih mengedepankan proses fermentasi sampai menjadi etanol.

Ketiga, mengurangi ketergantungan terhadap molasis atau limbah tebu sebagai bahan baku. Rencananya akan diganti dengan jagung.

Keempat, efisiensi. Prosesnya panjang. Kami membeli bahan baku dari limbah pabrik gula yang namanya tetes tebu. Limbah itu masuk fermentasi, lalu diubah menjadi gula, dan diubah lagi jadi etanol. Kemudian etanol yang masih kotor dibersihkan melalui proses destilasi menjadi etanol bersih.

Proses ini akan menimbulkan limbah baru yang namanya vinasse. Jumlahnya bisa mencapai 1,2 juta liter sehari. Ini kami proses menjadi pupuk. Sebagian besar pupuk itu kami distribusikan melalui Petrokimia kepada para petani tebu, sehingga mereka mendapat sebagai subsidi. Sisanya ada yang diekspor ke Selandia Baru.

Tak hanya menghasilkan pupuk, hawa panas yang tercipta dari proses pembakaran tadi kami manfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik. Listriknya kemudian digunakan untuk konsumsi pabrik sehingga kami mengurangi beban membayar listrik kepada PLN.

Sekarang pembangkit listrik dalam tahap pemasangan. Kalau ini sukses dilakukan di pabrik pertama, akan kami terapkan di pabrik kedua. Dengan cara ini, kami bisa mendapatkan efisiensi pada 2019 hingga bisa meningkatkan profit sekitar 4%.

Untuk 2018 kami perkirakan pendapatan perusahaan tumbuh 20% dibanding 2017. Perolehan laba juga lebih tinggi karena per September laba kami sudah sama dengan 2017.

Pekerjaan rumah

Dalam upaya menciptakan profesionalisme di perusahaan, sampai sekarang saya masih terus belajar. Untuk membawa perusahaan keluarga jadi perusahaan profesional, pola berpikir pengelolanya harus berubah. Ada perbedaan cara menangani perusahaan  profesional dan perusahaan keluarga.

Founder kami, Pak Iswan Rustanto, sudah meninggal dunia. Penerusnya generasi kedua sudah berusia 70 tahunan. Kini sedang proses alih generasi  ke generasi ketiga.

Nah, profesional masuk ke perusahaan untuk menjembatani masa transisi menuju generasi ketiga ini. Kami akan menata dan menyiapkan, sehingga generasi ketiga tinggal melanjutkan saja.

Saat ini saya sedang proses menciptakan atmosfer kerja yang kompetitif. Ini grup pertama yang saya jalankan masih sangat sosialis, sama rata, sama rasa. Belum ada kompetisi.

Saya harus melakukan ini dengan sangat halus. Mereka pernah dikompetisikan, tetapi bereaksi tidak mau. Waktu itu ada pelatihan di Lampung.

Saya coba membagi 40 orang dalam 4 kelompok untuk bermain gim. Semua peserta harus memberi uang Rp 10.000. Kemudian ada satu pemenang, dan mereka mendapatkan hadiah itu.

Namun besok paginya saat sarapan, ada satu orang yang mengembalikan uang itu. Saya pikir ini fenomena baru. Yang dibalikin juga menerima saja. Bahkan uang saya juga dikembalikan.

Setelah ini, saya akan mencoba lagi membangun kompetisi, tapi tak berhubungan dengan dengan kenaikan gaji atau bonus. Kalau berhasil, baru dilanjutkan dengan sistem penilaian karyawan. Ini pekerjaan rumah saya di tahun depan.                ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×