kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meluruskan polemik dana kelurahan


Kamis, 06 Desember 2018 / 17:14 WIB
Meluruskan polemik dana kelurahan


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Kementerian Keuangan (Kemkeu) memastikan telah menyiapkan dana alokasi umum (DAU) tambahan untuk dukungan pendanaan kelurahan pada 2019 dengan usulan Rp 3 triliun yang dikenal sebagai dana kelurahan. Dana ini dianggap sarat kepentingan pencitraan di masa kampanye ini yang pada mulanya tidak ada masalah dengan dana kelurahan.

Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, secara garis besar sejatinya ada lima alasan dana kelurahan harus segera cair. Pertama, wacana dana kelurahan itu berasal dari masyarakat dan sudah ada sejak dana desa digulirkan pemerintah. Bahkan ada beberapa desa menolak berubah status menjadi kelurahan.

Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo tengah tahun lalu, Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pertengahan tahun ini menyatakan dana kelurahan mendesak untuk dicairkan. Lantaran banyak warga tinggal di perkotaan.

Wajar bila perhimpunan para walikota membutuhkan sokongan lebih kuat dari pemerintah pusat. Karenanya bantuan pendanaan kelurahan melalui DAU tambahan merupakan dukungan nyata pemerintah pusat kepada daerah dalam memenuhi kewajiban penganggaran bagi kelurahan. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17/2018 tentang Kecamatan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Kedua, dana kelurahan bukan murni program baru. Dana desa dan dana kelurahan sebenarnya merupakan satu kesatuan yang memang sudah semestinya mendapatkan perlakuan sama. Dana khusus untuk kelurahan sudah diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 230 UU Pemda disebutkan, pemerintah kabupaten/kota wajib mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. Dana kelurahan itu masuk dalam anggaran Kecamatan.

Meski seharusnya mendapat perlakuan yang sama, pemerintah belum mengalokasikan dana kelurahan. Padahal untuk desa, pemerintah telah mengucurkan dana desa sebagaimana amanat UU Desa sejak tahun 2015.

Ketiga, semakin lama ditunda pengucuran dana kelurahan artinya opportunity untuk menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat kota juga tertunda. Dana kelurahan ini diharapkan menjadi sumber penggerak ekonomi kota. Pengentasan masyarakat miskin kota harus disokong pertumbuhan ekonomi yang berpangkal pada peningkatan produktivitas dan nilai tambah oleh aliran dana kelurahan tersebut.

Ketimpangan di kota

Seperti halnya dana desa, dilihat dari sisi manapun pada ujungnya yang untung dari dana kelurahan itu adalah masyarakat. Apalagi kesenjangan di perkotaan semakin melebar. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak 10,14 juta orang atau 7,02% dari total penduduk dan lebih kecil dari penduduk miskin di desa sebanyak 15,91 juta orang atau 13,2% dari total penduduk. Tapi rasio gini perkotaan 0,401 jauh dibanding rasio gini perdesaan 0,324.

Jakarta saja punya rasio gini di angka tinggi yakni 0,409 melebihi rata-rata nasional yang sebesar 0,391. Masalah pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan ini menjadi hal yang sangat esensial di kota besar di Indonesia. Kondisi penduduk miskin di perkotaan kerap lebih memprihatinkan dibandingkan pedesaan karena sangat sensitif dengan perubahan biaya hidup. Pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan identik dengan kriminalitas dan masalah sosial lainnya.

Nah, dana kelurahan adalah salah satu strategi untuk menanggulangi masalah ekonomi dan pembangunan di perkotaan. Meskipun tidak besar tapi ini bisa dianggap sebagai langkah awal yang positif. Bila dibagi rata, Rp3 triliun tersebut 8.212 kelurahan di 410 kota hanya mendapatkan rata-rata Rp 350 juta.

Keempat, dalam konstruksi pemerintahan, kelurahan merupakan bagian dari birokrasi kecamatan. Bukan daerah otonom sehingga tidak memiliki anggaran belanja tersendiri sebagaimana desa. Agar selaras maka dana kelurahan ditempatkan dalam skema dana alokasi umum (DAU). Pemerintah cukup mengubah sedikit formula DAU murni.

Dana kelurahan yang diakomodasi dalam DAU akan signifikan perubahannya bagi komponen belanja pembangunan daerah. Sebagaimana diketahui, sebagian besar DAU di daerah dipakai untuk gaji pegawai. Sementara biaya operasional daerah untuk pelayanan publik dan sarana dan prasarana masih terbatas. Belum lagi biaya untuk pemberdayaan masyarakat yang mungkin minim atau tidak ada.

Dana kelurahan hanya dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana; dan pemberdayaan masyarakat di tingkat kelurahan sesuai dengan pedoman peraturan menteri dalam negeri yang mengaturnya. DAU tambahan untuk alokasi dana kelurahan itu bisa segera dikucurkan. Dengan begitu, pemerintah daerah kabupaten/kota yang mendapat anggaran dalam APBD kabupaten/kota bisa memanfaatkan dana kelurahan untuk pembangunan sarana dan prasarana dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

Kelima, hal penting yang tidak boleh ketinggalan adalah pengawasan dana kelurahan. Harus dipastikan bahwa realisasi dana kelurahan aman dalam proses dan peruntukan serta tujuan penggunaan dananya tercapai secara akuntabel dan efektif. Pengawasan diperkuat dengan mengoptimalkan peran aparat pengawas fungsional di daerah. Lantaran pendanaan tersebut bagian dari belanja APBD. Selain itu pengendalian dilakukan melalui penyaluran dan penguatan pemantauan dan evaluasi.

Review anggaran pemerintah daerah akan dilakukan guna memastikan apakah kabupaten kota benar-benar mengalokasikan dan menyalurkannya. Alokasi tersebut bisa terlihat dalam dokumen APBD yang selanjutnya direview oleh Gubernur selaku wakil pemerintah. Jangan sampai Pemda abai dan tidak mengalokasikan dana kelurahan yang sudah dianggarkan dari APBN melalui dana transfer ke daerah.

Penyaluran DAU tambahan itu sendiri akan dilakukan bertahap. Pentahapan pencairan berbasis kinerja pelaksanaan tersebut sekaligus sebagai mekanisme evaluasi pelaksanaan oleh kelurahan. Pentahapan tersebut dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama 50% cair setelah menunjukkan surat pernyataan dan lampiran rincian komitmen anggaran kelurahan dan ditandatangani kepala daerah. Tahap kedua 50% cari setelah menyampaikan realisasi penyerapan DAU tambahan tahap I.

Seperti halnya dana desa yang telah memberikan imbas positif bagi percepatan dan pemerataan pembangunan di wilayah pedesaan, dana kelurahan akan melengkapinya di wilayah kota. Karenanya alokasi dana kelurahan tidak hanya harus didukung tapi perlu dipercepat pelaksanaannya.•

Danu Sandjoyo
Pranata Humas Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×