kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melihat tanggung jawab hukum platform perantara menurut para pakar


Kamis, 23 September 2021 / 18:42 WIB
Melihat tanggung jawab hukum platform perantara menurut para pakar
ILUSTRASI. Melihat tanggung jawab hukum platform perantara menurut para pakar


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kehadiran platform intermediary/platform perantara sebagai akses informasi dan pengetahuan masih terus menjadi perbincangan dalam aspek tanggungjawab dan kewajiban hukum. 

Kemudahan konvergensi fungsi, konten, dan fitur yang disediakan oleh platform membutuhkan ekosistem tata kelola yang tidak hanya lincah (agile) namun juga bersifat inklusif. 

Managing Partner K&K Advocates, Justisiari P. Kusumah, mengatakan, dari adanya berbagai kegiatan di Internet, berbagai masalah hukum muncul berkaitan dengan peran platform intermediary. 

"Sebagian besar kegiatan adalah kegiatan yang sah menurut hukum, namun ada pula kegiatan yang masih abu-abu dari segi interpretasi peraturan sehingga menimbulkan banyak pertanggungjawabannya" katanya dalam Webinar K&K Advocates bertajuk “Tanggung Jawab Platform Intermediary di Indonesia”, Kamis, (23/9). 

Baca Juga: Dogecoin sebaiknya dihindari, 3 kripto ini diramal punya prospek bagus

Justisiari menjelaskan, platform intermediary secara tidak langsung menyajikan konten yang bermuatan teks, gambar, lagu, atau video buatan pengguna yang muatannya memiliki berbagai macam potensi baik positif maupun negatif seperti mengandung unsur pencemaran nama baik, pornografi, melanggar hak cipta, atau menimbulkan rasa kebencian. 

“Kondisi demikian tentu harus menjadi perhatian seluruh pihak untuk menentukan siapa yang bertanggungjawab,” pungkas dia. 

Menurutnya, analisis tanggung jawab moral penyedia layanan online terhadap pengelolaan konten yang tersedia secara online telah menjadi titik pusat penelitian di berbagai bidang, termasuk etika informasi, tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis, komunikasi melalui komputer, hukum siber, dan kebijakan publik,”.

Sementara itu, Ketua Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Sinta Dewi Rosadi, mengatakan kewajiban platform perantara memiliki arti sebagai tanggung jawab hukum (kewajiban) atas aktivitas ilegal atau berbahaya yang dilakukan oleh pengguna melalui layanan mereka. 

“Platform memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya aktivitas yang melanggar hukum atau merugikan oleh pengguna layanan mereka. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang memaksa perantara untuk bertindak atau mengekspos perantara ke tindakan hukum perdata atau pidana,” katanya.

Baca Juga: Pandemi berkepanjangan ganggu psikologi, Kalbu siapkan platform kesehatan mental




TERBARU

[X]
×