kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,79   7,33   0.80%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Media usaha berbeda tapi kewajiban sama


Kamis, 20 Februari 2014 / 18:25 WIB
Media usaha berbeda tapi kewajiban sama
ILUSTRASI. Kunyit, rempah yang tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan.


Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Setelah satu pekerjaan rumah besar selesai pekan ini, tugas lain menanti. Menurut aturan perintah yang tertuang di Undang-Undang Perdagangan yang disahkan DPR, Selasa (11/2) lalu, pemerintah wajib membikin peraturan turunan atas beleid tersebut.

Dalam payung besar UU Perdagangan, pemerintah bakal melakukan sinkronisasi antarperaturan yang terkait dengan beleid ini. Bayu Krisnamurti, Wakil Menteri Perdagangan, bilang, nanti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan membentuk komite sinkronisasi peraturan tersebut.

Nah, dalam konteks lebih sempit tentang transaksi perdagangan secara elektronik alias e-commerce, ada dua regulator terlibat: Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Dua lembaga ini pun harus melakukan sinkronisasi. Sebab, mereka memiliki wilayah kerja yang berbeda tapi bersinggungan. Kemdag mengatur tentang transaksi jual-beli atau perdagangan online, sedangkan Kemkominfo mengatur soal sistem informasi yang digunakan sebagai media untuk melakukan transaksi jual-beli di dunia maya alias internet.

Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo, mengatakan, sejauh ini paling tidak ada dua undang-undang besutan Kemkominfo yang beririsan dengan UU Perdagangan. Pertama, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), termasuk produk turunannya, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Aturan tersebut menjabarkan transaksi elektronik sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan media elektronik lain. E-commerce tentu tak lepas dari penggunaan media ini.

Kedua, UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Beleid ini terkait dengan ketentuan yang mengharuskan pelaku usaha transaksi elektronik yang memperdagangkan barang atau jasa untuk mendeklarasikan informasi usaha mereka kepada publik.

Tapi, dengan alasan UU Perdagangan baru saja disahkan, Gatot belum bisa membeberkan model sinkronisasi Kemkominfo dengan Kemdag. Yang jelas, sesuai amanat PP PSTE, bakal ada 10 peraturan menteri yang harus dibuat Kemkominfo. Contohnya, peraturan menteri tentang pengelolaan nama domain, keamanan informasi, penyelenggaraan
layanan publik, dan data center “Karena UU Perdagangan sudah disahkan, maka kami tinggal menyesuaikan saja nanti mana yang masih in line,” beber Gatot.

Kemkominfo menargetkan 10 peraturan menteri tadi rampung tahun ini. Lalu, bakal ada masa transisi bagi para pelaku usaha e-commerce untuk mendaftarkan diri ke instansi ini.

Sesuai UU Perdagangan, Sri Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag, menyatakan, semestinya ada sembilan PP, 14 peraturan presiden (perpres), dan 20 peraturan menteri perdagangan (permendag) sebagai produk turunan beleid itu. Namun, implementasi pembuatan peraturan turunan ini nanti bisa saja tak sebanyak itu jika beberapa poin bisa digabungkan. Target selesai peraturan turunan tersebut tahun ini.

Salah satu permendag yangsedang dirancang Kemdag adalah yang mengatur tentang perdagangan menggunakan sistem elektronik atawa e-commerce. Rencananya, ada empat poin besar yang bakal diatur: Pertama, mengatur tentang pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik, yang meliputi jenis dan klasifikasi pelaku usaha e-commerce.

Kedua, mengatur tentang penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik. Ketentuan ini mencakup tatacara perdagangan e-commerce, model penawaran barang, hingga pelayanan purna jual.

Ketiga, mengatur perjanjian elektronik dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Misalnya, syarat sah kontrak perdagangan elektronik dan materi minimum yang wajib dimuat dalam kontrak tersebut.

Keempat, mengatur tentang pembinaan dan pengawasan atas perdagangan melalui sistem elektronik itu sendiri.

Tiga jenis pelaku usaha

Berbeda dengan Kemkominfo yang menganggap semua pelaku e-commerce adalah sama sejauh memiliki badan hukum. Kemdag justru membedakan pelaku usaha e-commerce menjadi tiga jenis. Ketiga jenis ini bisa berbadan hukum maupun perusahaan perorangan. Nah, berikut tiga kategori pelaku ecommerce tersebut:


Penyelenggara media

Penyelenggara media elektronik adalah mereka yang sengaja menyediakan pasar virtual. Agar memudahkan Anda mendapat gambaran, beberapa contoh pelaku usaha e-commerce yang dimaksud adalah Kaskus.co.id, Tokobagus.com, dan Berniaga.com. sementara dari luar negeri ada Amazon.com serta Ebay.com.

Terhadap para penyelenggara media elektronik untuk berdagang ini, Kemdag mewajibkan mereka untuk mendaftarkan diri perusahaannya. Hal-hal yang harus didaftarkan kepada regulator, misalnya, profi l perusahaan, legalitas perusahaan, kontrak kerjasama dengan merchant, dan siapa saja merchant yang ditampung.

Perusahaan yang telah mendaftar bakal mengantongi nomor sebagai bukti telah terdaftar secara resmi dan boleh melakukan kegiatan perdagangan di Indonesia. “Akan berlaku sama, baik untuk penyedia media elektronik dalam lokal maupun asing,” tegas Sri.

Merchant

Pengertian merchant di sini tidak berbeda dengan merchant pada toko fisik. Mereka adalah penjual yang memanfaatkan fasilitas tempat berjualan yang disediakan oleh penyelenggara media. Terhadap para merchant ini, Kemdag tak mewajibkan untuk melakukan pendaftaran. Sebab, mereka yang berada dalam cakupan penyelenggara media diasumsikan identitasnya sudah terlampir bersamaan dengan pendaftaran sang penyelenggara media.

Cuma, Kemdag memberlakukan ketentuan yang sama dengan para penjual barang dan jasa fisik, yakni soal kriteria barang dan jasa yang boleh beredar di Indonesia. Untuk kriteria, ada enam ketentuan yang bakal diawasi Kemdag.

Pertama, standar yaitu harusmemenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kedua, label. Label adalah keterangan yang menyebutkan kesesuaian antara kondisi barang atau jasa yang sebenarnya beserta cara kerja barang. Label dalam hal ini juga terkait kewajiban penggunaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dimaksudkan agar konsumen di dalam negeri mendapatkan informasi yang jelas soal produk yang dijual.

Ketiga, klausul baku. Ini berkaitan dengan pengawasan atas dokumen dan atau perjanjian yang ditawarkan penjual.

Keempat, pelayanan purna jual. Ketentuan ini hanya terkait dengan barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun. Pelayanan ini meliputi ketersediaan suku cadang dan fasilitas perbaikan.

Kelima, cara menjual. Yang termasuk dalam cara menjual, seperti cara penawaran, promosi, atau pemberian hadiah.

Keenam, pengiklanan. “Jadi, mereka akan diberlakukan sama dengan penjual fisik, cuma beda media berdagangnya saja, kok, ” beber Sri.

Penyelenggara media sekaligus merchant

Kalau kebetulan saat ini mempunyai toko online di website tertentu, maka Anda masuk kategori pelaku usaha ketiga yakni penyelenggara media sekaligus merchant. Mereka yang ada di kategori ini wajib mendaftar ke Kemdag, ya.

Penjual di sosial media

Di luar tiga kategori Kemdag tersebut, sebenarnya ada satu lagi pelaku e-commerce yang mungkin jumlahnya justru paling besar. Mereka adalah yang sekadar menawarkan barang atau jasa melalui sosial media atau jaringan aplikasi ngobrol. Sebut saja melalui jejaring Facebook, Instragram, atau BlackBerry Messenger.

Sri dan Gatot kompak bilang, kategori ini juga masuk e-commerce. Tapi, Kemdag dan Kemkominfo punya pandangan yang beda. Kemkominfo tak memasukkan pelaku e-commerce tersebut sebagai pihak yang wajib mendaftarkan diri. Soalnya, instansi ini memang hanya mengejar pelaku e-commerce yang berbadan hukum. “Kalau mereka diwajibkan, maka kami yang kerepotan,” kata Gatot.

Sementara Kemdag tetap memberikan imbauan agar para pelaku e-commerce yang masuk kategori ini berinisiatif untuk mengajukan stempel terdaftar di Kemdag. Kalau tidak, maka mereka tak akan dianggap melakukan perdagangan elektronik yang sah.

Lebih dari itu, Sri dan Gatot yakin pemberlakuan aturan pendaftaran kepada para pelaku e-commerce ini tak bakal mengurangi minat pelaku usaha di dunia maya berkembang di Indonesia. Toh, kedua kementerian tersebut tak berniat mengutip duit pendaftaran, kok. “Kalau terdaftar secara legal justru bisa menaikkan nilai jual para pelaku usaha di mata konsumen, dong,” kata Sri.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 21 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×