Berita

Laba Lekker dari Sepatu Sneakers

Senin, 10 Juni 2019 | 17:55 WIB
Laba Lekker dari Sepatu Sneakers

Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada yang menarik perhatian pengunjung ketika ajang Indonesia Modification Expo (IMX) 2018 digelar di Balai Kartini, Jakarta, tiga pekan lalu. Dari tiga Agen Pemegang Merek (APM) mobil yang ikut serta dalam perhelatan tersebut (Suzuki, Datsun, dan Honda), dua di antaranya memamerkan mobil modifikasi hasil kolaborasi.

Salah satunya PT Nissan Motor Indonesia, pemegang merek mobil Nissan dan Datsun. Di ajang IMX, Datsun berkolaborasi dengan Saint Barkley, produsen sepatu sneakers asal Bandung, Jawa Barat. Kolaborasi yang dilakukan adalah menampilkan sentuhan desain mobil Datsun GO-live special version mirip desain sepatu sneakers produksi Saint Barkley.

Dengan balutan warna kuning terang, tampilan eksterior dan interior mobil Datsun GO-Live menyerupai sepatu sneakers Saint Barkley Limited Edition. Warna kuning Datsun GO-live special version dapat dijumpai pada sneakers Saint Barkley. Mereknya asing, tapi sneakers ini bikinan lokal.

Bukan tanpa alasan Datsun menggandeng Saint Barkley. Dalam tiga tahun terakhir, produk sepatu sneakers makin digandrungi kaum milenial di negeri ini. Bahkan, belakangan, bukan hanya para kawula muda yang keranjingan memburu sepatu sneakers, tapi juga dari berbagai kalangan.

Sneakers adalah jenis sepatu dengan sol fleksibel terbuat dari karet atau bahan sintetis dan bagian atas terbuat dari kulit atau kanvas. Seiring perkembangan zaman, kini banyak sepatu sneakers terbuat dari bahan suede dan nylon. Awalnya sneakers adalah sepatu olahraga dan sepatu lainnya yang digunakan untuk olahraga.

Di sebuah ruangan kantor di Bandung, Alvi dan David merancang sepatu sneakers sejak tahun 2012 dan melabelinya dengan merek Saint Barkley. Seiring berjalannya waktu, Alvi dan David menggandeng tiga koleganya untuk bergabung mengembangkan bisnis Saint Barkley. Dus, kini Saint Barkley dimiliki oleh lima orang pemodal.

Kerjasama produksi

Kendati skala penjualannya sudah membesar, Saint Barkley belum memproduksi sepatu sneakers sendiri. Untuk bagian produksi, Saint Barkley menggandeng tiga mitra vendor pabrikan sepatu di sekitar Cibaduyut dan Kopo Bandung. "Kami juga sedang melakukan pendekatan dengan pabrik sepatu Ardiles di Surabaya," kata Alvi, Co Founder Saint Barkley.

Saat ini, Saint Barkley memproduksi sepatu sneakers dengan 11 ukuran (size) kaki, yakni dari size 3646. Menurut Alvi, sepatu sneakers yang paling laris adalah yang ukuran kaki 39 sampai 43. "Setiap bulan, kami mengeluarkan model sneakers berbeda. Ada 11 model, tapi berbeda varian dan warnanya. Jadi ada kesan limited-nya," imbuh Alvi.

Alvi mengklaim, dalam sebulan, Saint Barkley mampu menjual 2.000 pasang sneakers. Harganya dibanderol Rp 300.000Rp 450.000 per pasang. Dengan penjualan sebanyak itu, penghasilan yang diraup Saint Barkley bisa tembus Rp 600 juta hingga Rp 900 per bulan.

Sebagian besar sepatu sneakers dipasarkan Saint Barkley di seluruh kota besar, kecuali Papua. Maklum, menurut Alvi, di Papua belum ada distributor Saint Barkley. Saat ini ada 11 distributor Saint Barkley yang membuka toko offline, di antaranya, di Jakarta, Semarang, Medan, Palu, dan Tarakan.

Selain di pasar domestik, produk Saint Barkley juga merambah ke pasar internasional. Saint Barkley memiliki satu distributor yang membuka toko sneakers di Kuala Lumpur, Malaysia.

Untuk bisa tembus ke pasar luar negeri, menurut Alvi, Saint Barkley tidak menargetkan pasar yang segmented berdasarkan usia pelanggan. Meski begitu, sebagian besar pelanggan Saint Barkley berasal dari kalangan pelajar dengan rentang usia 16 tahun 25 tahun.

Selain itu, Saint Barkley juga menjangkau pasar dengan masuk ke kalangan komunitas. Di antaranya, musisi, skateboard, dan otomotif. Untuk di Malaysia, komunitas sepeda motor yang jadi target pasar. Karena itu, di Malaysia, nama toko sepatu Tiga Motor, paparnya.

Cerahnya bisnis pembuatan sepatu sneakers juga dilirik Rizky Arief Dwi Prakoso. Dengan bendera Nah Project, Rizky merintis usaha ini sejak Oktober 2017. Sayang, kini Rizky sudah tidak bergabung bersama Nah Project. Rizky sekarang menjalankan usaha sendiri. "Nah Project dilanjutkan pendiri lain," kata Ifa Hanifah, Managing Director Nah Project.

Ifa menjelaskan, tim Nah Project terdiri dari 8 orang. Dalam memproduksi sneakers, Nah Project bekerjasama dengan dua vendor. Satu vendor perajin sepatu skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan satu mitra pabrikan besar. Mitra vendor kami semuanya ada di Antapani Bandung, ujar Ifa.

Nah Project membanderol sepatu sneakers di kisaran Rp 200.000Rp 400.000 per pasang dengan size dari 39-46. Kata Ifa, penetapan harga tergantung material bahan baku dan model sepatu. Yang paling mahal pakai bahan baku rajutan (sniting) dan yang paling murah pakai material suede tiruan.

Dalam sebulan, Nah Project bisa memproduksi hingga 1.500 pasang sneakers. Dengan produksi sebanyak itu, omzet usaha Nah Project berkisar Rp 300 jutaRp 600 juta per bulan dengan margin 40%. Target pasar dari usia 18 tahun 35 tahun. "Pelanggan kami menyebar ke seluruh Nusantara," katanya

Anda tertarik menjajal bisnis pembuatan sepatu sneakers? Ada beberapa hal yang harus Anda ketahui sebelum mencoba peruntungan di bisnis ini. Ifa mengingatkan, salah satu poin penting bisnis pembuatan sepatu sneakers adalah kemampuan modal usaha. Sebab, untuk memulai bisnis sepatu sneakers, Anda harus menentukan pola produksinya. Ada dua pola produksi yang bisa Anda pilih, yakni menggandeng mitra perajin atau pabrikan sepatu.

Melalui kedua mitra tersebut, Anda tinggal menyerahkan semua proses produksi sepatu. Anda juga bisa menentukan sendiri bahan baku sepatu yang diinginkan. Bahan baku yang biasa digunakan untuk material sneakers, antara lain suede, rajutan, nylon, dan lain-lain.

Ifa bilang, harga bahan baku suede bisa mencapai Rp 80.000 per m2, rajutan Rp 140.000 per m2, dan bahan sol phylon (material di bagian bawah sepatu) Rp 30.000Rp 60.000 per pasang. Tak sulit cari bahan bakunya. Materialnya banyak tersebar di Jakarta dan Bandung.

Dan, itu belum termasuk harga peralatan cetak sepatu untuk proses produksi. Untuk peralatan cetak, Anda bisa menggunakan alat cetak yang sudah disediakan mitra vendor atau membuat sendiri sesuai model yang diinginkan. Nah, jika Anda memilih untuk membuat alat cetak sendiri, siapkan saja dananya.

Ambil contoh yang dilakukan Saint Barkley. Menurut Alvi, untuk mendapatkan model sepatu sesuai desain yang diinginkan, pihaknya juga harus mengadakan alat cetak sepatu. Kalau bicara bikin kaos, modalnya jelas. Anda bisa punya desain langsung pesan produksi ke vendor.

"Tapi kalau produksi sepatu, kita harus bikin cetakan sepatu atau cetakan kaki terlebih dahulu. Dan itu tidak bisa satu ukuran satu," ungkap Alvi.

Alat cetak mahal

Alvi mencontohkan, jika ingin memproduksi 100 varian sepatu dengan 10 size, artinya minimal setiap ukuran harus punya 10 cetakan, jika produksinya ingin cepat selesai.

Itu baru cetakan untuk sizing. Belum lagi untuk cetakan outsole atau telapak sepatu yang menjadi identitas sebuah merek sepatu.

Setiap size harus punya dua outsole (telapak kanan-kiri). Alat ini terbuat dari plat baja. Jadi, kalau produksinya ada 10 size, berarti harus punya 20 outsole. Untuk alat outsole-nya, kata Alvi, harganya bisa mencapai Rp 450.000-Rp 550.000 per pasang.

Nah, kalau satu size harus 1 cetakan outsole, tinggal dikalikan saja dengan jumlah ukuran sepatu. "Misal, kami punya 11 ukuran sepatu, berarti tinggal hitung dana untuk beli alat outsole-nya," kata Alvi.

Selain alat outsole, Anda juga harus bikin lagi alat cetak insole (busa dalam sepatu). Nah, karena memakai sistem oven, berarti cetakan harus terbuat dari aluminium dan besi. Dan itu hanya ada di Surabaya, Jawa Timur. Harga cetakannya sekitar Rp 115.000 per pasang untuk dua ukuran (kanankiri). Jadi, kalau Anda menginginkan produksi sepatu 200 pasang, maka harus banyak cetakan kakinya.

Setelah bahan baku dan alat cetak tersedia, kini Anda tinggal menyerahkan desain sepatu ke vendor. Ada sejumlah biaya yang harus Anda keluarkan untuk membayar jasa produksi sepatu. Biasanya, kata Ifa, mitra perajin menetapkan minimal order quantity (MOQ) atau jumlah minimal pesanan pembuatan sepatu berkisar 50 pasang100 pasang sepatu. Sedangkan mitra pabrikan menetapkan MOQ sekitar 1.000 pasang.

"Biaya produksi sudah termasuk bahan baku berkisar Rp 150.000-Rp 190.000 per pasang," kata Ifa.

Selesai? belum. Setelah mampu memproduksi sepatu, Anda juga harus bisa meraih konsumen. Sayangnya, menurut Alvi, kompetisi di bisnis ini sangat ketat. Sebelum Saint Barkley terjun ke bisnis, baru ada 3 merek sneakers lokal di Bandung dan satu di Yogyakarta. Sekarang, hampir ada ratusan merek lokal.

"Kuncinya jangan jadi follower. Harus punya identitas sendiri. Jangan asal bikin dan harus punya desain bagus. Perlu tim riset dan pengembangan yang mumpuni," tandas Alvi.

Karena itu, untuk menjangkau pasar yang luas, Anda harus punya strategi pemasaran. Contoh seperti Nah Project, yang memasarkan sepatu sneakers lewat website perusahaan dan market place Lazada. Nah Project juga menerapkan strategi promosi, di antaranya, rutin membuat konten promo produk di website sebelum meluncurkan model terbaru.

Tujuannya untuk memberikan informasi dan edukasi produk baru yang akan dirilis. Jadi, ketika produk di-launching, pelanggan sudah memiliki pengetahuan tentang produk itu, terutama soal keunggulannya. "Jadi pas produk baru dikeluarkan, pelanggan siap beli produk kita," ujar Ifa.

Bukan cuma itu. Nah Project juga memberlakukan garansi tukar size dan produk jika barang tak sesuai pesanan. Untuk ganti size dan produk reject, Nah Project memberikan garansi 1 minggu. Tapi, kalau rusak akibat pemakaian, Nah Project memberikan garansi perbaikan selama tiga bulan. Konsumen hanya dikenakan biaya pengiriman barang saja.

BOKS

Membidik Segmen yang Luas dan Menggandeng Merek Ternama

Tak bisa dipungkiri, popularitas seseorang memang bisa mengangkat citra sebuah merek produk. Hal ini pula yang dirasakan oleh sejumlah produsen sepatu sneakers lokal di tanah air. Salah satunya Nah Project. Hanya butuh waktu setahun, nama Nah Project sudah popular di kalangan para sneakerhead, sebutan bagi pencinta dan mereka yang hobi mengoleksi sneakers.

Bukan tanpa dasar brand sepatu sneakers Nah Project mulai termasyur di dalam negeri. Popularitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah pemicunya.

Sepatu sneakers rancangan Nah Project pernah dipakai orang nomor satu di Indonesia itu pada festival musik We The Fest 2018. Dus, sepatu buatan Nah Project viral karena Presiden Jokowi juga memamerkan koleksi Yoga FlexKnit v2.0 buatan NAH Project itu di vlog pribadinya.

Karena dianggap sebagai trendsetter, para sneakerhead pun memburu sneakers Nah Project. Ifa Hanifah, Managing Director Nah Project menceritakan, Presiden Jokowi membeli tiga pasang sepatu dengan 3 size, yakni nomor 42, 43, dan 44.

"Yang dipakai Pak Jokowi nomor 43. Warna sepatunya kombinasi hitam, abu-abu, dan merah. Harganya sekitar Rp 415.000 per pasang," kata Ifa.

Bukan hanya Nah Project yang beruntung karena sepatu sneakers-nya dibeli oleh RI 1. Produsen sneakers lokal lain yang juga kecipratan tuah Jokowi adalah Saint Barkley.

"Waktu itu, Pak Jokowi beli satu pasang sneakers Saint Barkley seharga Rp 380.000 di acara Sneakers Day di Mal Senayan City. Sepatu yang dipilih warna kombinasi hitam dan hijau," tutur Alvi Juanda Mamun, Co Founder Saint Barkley.

Ifa dan Alvi memang patut bangga. Sebab, di tengah tren sepatu sneakers di tanah air, tidak banyak yang merupakan hasil karya sendiri anak bangsa negeri ini. Sebelum merek lokal bermunculan, sepatu sneakers yang beredar di pasaran merupakan buatan pabrikan luar negeri. Sebut saja, misalnya, Adidas pabrikan sepatu asal Jerman, Reebok (Inggris), dan Nike (Amerika Serikat).

Bukan cuma dari daratan Eropa, sepatu sneakers asal pabrikan Tiongkok disinyalir juga banyak ditemui di pasaran dalam negeri. Bahkan, harga sneakers asal negeri tirai bambu itu terbilang lebih murah ketimbang buatan lokal.

Maklum, sepatu sneakers asal China diproduksi secara massal oleh pihak pabrikan. Sementara, sepatu sneakers di Indonesia belum diproduksi secara massal. Para produsen lebih suka membuat sneakers berdasarkan pesanan.

Soalnya, untuk memproduksi sepatu, umumnya mereka menggandeng vendor perajin atau pabrikan. Ini salah satu yang membuat harga sepatu sneakers brand lokal terbilang tidak murah.

Yuswohady, pengamat marketing dan manajemen menilai, ada strategi pemasaran yang ampuh bagi para produsen sneakers lokal untuk menandingi penetrasi brand asing. Di antaranya, tidak membidik pasar yang segmented, tapi harus universal.

Jangan hanya menciptakan produk untuk segmen tertentu, misalnya pelajar. Produsen lokal harus bisa menciptakan produk yang digemari oleh segmen pekerja. "Di era milenial seperti sekarang, banyak orang pergi ke kantor memakai sepatu kasual," kata Yuswohady.

Selain membuka segmen pasar yang luas, lanjut dia, produsen sneakers lokal juga harus berani menggandeng merek produk fashion terkenal yang sudah menjadi brand global.

Yuswohady mencontohkan kolaborasi yang dilakukan Nike dan Luis Vuitton untuk memproduksi sepatu sneakers. "Lewat kolaborasi dengan merek fashion global, sneakers produksi lokal akan memiliki nilai yang luxury," kata dia.

Terbaru
IHSG
7.087,32
1.11%
-79,50
LQ45
920,31
1.62%
-15,20
USD/IDR
16.240
0,40
EMAS
1.345.000
0,75%