kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsistensi kebijakan pascapemilu


Senin, 22 April 2019 / 14:26 WIB
Konsistensi kebijakan pascapemilu


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Bangsa Indonesia patut bersyukur dan bangga karena berhasil menggelar pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) dengan aman. Dari skalanya, pilpres dan pileg kali ini dapat dikatakan sebagai pemilihan umum terbesar dan terumit di dunia yang dilaksanakan dalam satu hari.

India memang tercatat sebagai negara yang menjalankan pemilu dengan jumlah pemilih terbesar di dunia. Tapi pelaksanaannya dalam satu bulan.

Ke depan, pemilu yang aman ini akan berefek positif bagi ekonomi Indonesia. Satu faktor ketidakpastian di perekonomian berkurang dan pebisnis langsung dapat mengukur untuk berekspansi.

Tantangan ekonomi memang besar, tapi di saat yang sama peluang untuk tumbuh juga besar. Pertumbuhan ekonomi AS dan China yang diperkirakan melambat dan belum selesainya perang dagang antara kedua negara, bisa berpengaruh pada ekspor Indonesia.

Namun peluang juga besar di saat tekanan kenaikan suku bunga acuan di AS sirna. Menurut kami, siklus kenaikan bunga acuan global sudah lewat dan kemungkinan besar dipangkas kuartal akhir tahun ini. Dengan inflasi Indonesia yang stabil di kisaran 3% dan neraca perdagangan lebih baik dari tahun lalu, maka kemungkinan Bank Indonesia akan melakukan langkah serupa pada tahun ini.

Tingkat bunga acuan yang turun tentu berefek pada dua hal. Pertama, cost of borrowing diharapkan turun. Kedua, kenaikan pada harga interest bearing asset.

Kedua faktor itu akan memberikan dunia usaha lebih banyak sumber pembiayaan (source of financing), baik lewat pinjaman bank atau penerbitan obligasi korporasi. Kami percaya jika AS tidak kembali resesi seperti 2008, kemungkinan investor asing tetap menjaga risk-off appetite-nya dan akan mendorong penguatan harga obligasi domestik.

Peluang itu mesti dimanfaatkan pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia. Faktor positif bagi Indonesia adalah otoritas fiskal dan moneter responsif menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan yang mendahului kurva (ahead the curve) serta bersifat antisipatif terhadap pembalikan kurva ekonomi sangat mendorong kepercayaan Investor asing dan domestik.

Namun, kami menilai masih ada ruang perbaikan ke depan, melalui sejumlah hal. Pertama, menjaga konsistensi kebijakan sektoral terutama melanjutkan infrastruktur pendukung industri manufaktur.

Kedua, memperkuat koordinasi kebijakan pusat dan daerah terutama dalam mendukung special economic zone. Ketiga, mendorong industri pariwisata dan ekosistemnya. Keempat, mendorong penguatan daya saing investasi dan perdagangan internasional (melalui perbaikan logistik dan sumber daya manusia).

Dari keempat fokus kebijakan itu, kami menilai meningkatkan investasi swasta dan pemerintah daerah dalam pembangunan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tahun ini.

Kami menilai upaya pemerintah mendorong investasi swasta adalah dengan cara mendukung sektor yang dapat menciptakan efek crowd in terbesar bagi investasi swasta (positifnya adalah pemerintah sudah melakukan inisiatif ini). Lokasi juga menentukan (terkait koordinasi dengan pemerintah daerah) dan konsep negara kepulauan (archipelagic concept) juga penting untuk memetakan penyebaran investasi yang masuk ke Indonesia.

Berdasarkan hitungan kami, sektor yang berdampak besar terhadap sektor lain dan akhirnya dapat mendukung peningkatan investasi adalah konstruksi, listrik, gas, dan air minum, serta transportasi dan pergudangan. Fokus pemerintah pada pembangunan jaringan listrik, gas serta air minum akan mendorong investasi masuk di Jawa dan Luar Jawa. Di luar konstruksi, dukungan pemerintah pusat bagi investasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga memiliki efek pengganda besar.

Selanjutnya, peran pemerintah daerah penting sebagai katalis investasi swasta. Alokasi anggaran ke infrastruktur semakin besar (karena terdapat pula dalam sebagian porsi di dana alokasi umum), namun tantangannya masih terkait kapasitas pemerintah daerah dalam mengeksekusi. Sekitar 80% dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia masih memiliki alokasi belanja modal di bawah 30% total belanja. Hal ini tak banyak berubah dibandingkan 10 tahun lalu (84%).

Dari sisi kapasitas fiskal, 53% total kabupaten dan kota masih memiliki indeks kapasitas fiskal rendah (2015), naik tipis dari 2005. Tahun ini, alokasi belanja ke daerah, termasuk Dana Desa sebesar 33,6% dari total belanja.

Kesamaan visi pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi penting. Solusinya adalah koordinasi atau pendampingan dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah pasca pilpres dan pileg.

Pemerintah dan Bank Indonesia banyak inisiatif mendorong daya saing Indonesia. Saat ini poin utamanya pada konsistensi kebijakan pasca pemilu agar pelaku usaha mendapat kepastian untuk melakukan ekspansi di Indonesia.♦

Andry Asmoro
Chief Economist Bank Mandiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×