kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kesepakatan Freeport tidak tertunda isu lingkungan


Jumat, 06 Juli 2018 / 06:34 WIB
Kesepakatan Freeport tidak tertunda isu lingkungan
ILUSTRASI. Tambang Emas Freeport


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negosiasi pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI) masih juga belum ada kesepakatan. Namun, pemerintah tampaknya ingin lebih cepat menyelesaikan ini dengan tidak menunggu kompromi dalam persoalan lingkungan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, akan berat urusannya apabila Freeport Indonesia diminta untuk menyelesaikan persoalan lingkungan dulu sebelum menyelesaikan negosiasi dengan pemerintah. “Waduh, berat ya,” kata Siti di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (5/7).

“Membereskannya pakai gradasi. Pemerintahnya harus bantu. Tidak mungkin tanpa dukungan pemerintah. Kasihan dia,” lanjutnya.

Ia mengatakan, pada dasarnya yang paling penting adalah kepastian penyelesaian dari negosiasi ini terlebih dahulu. Sebab, ia yakin, masalah lingkungan pasti bisa selesai.

KLHK mencatat, sejak melakukan pemeriksaan pada September 2017 lalu dan mengeluarkan sanksi di mana ada sekitar 47 poin, sekitar 39 sudah dijalankan oleh Freeport Indonesia. Jadi, sisanya sudah tinggal beberapa lagi. Adapun, yang belum selesai salah satunya adalah ketentuan terkait pengelolaan tailing.

Dalam ketentuannya, Freeport Indonesia perlu menurunkan total zat padat dalam limbah tambang dari 9.000 miligram per liter menjadi 200 mg per liter.

Meski demikian, menurut Siti, isu terkait lingkungan ini akan tetap dibawa oleh pemerintah setelah Indonesia mengambil alih Freeport Indonesia. “Tidak bisa ditinggalkan. Pemerintahnya harus ikutan,” ujarnya.

Untuk penyelesaian sanksi terkait lingkungan ini, Siti mengatakan, pihaknya memasang target enam bulan sejak Mei 2018. Tenggat waktu ini terhitung sebagai masa transisi.

Sebelumnya, pada Maret lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis potensi kerugian negara karena pembuangan limbah Freeport sekitar Rp 185,018 triliun.

Ada dua pelanggaran yang menjadi temuan BPK, yakni penyalahgunaan izin penggunaan kawasan hutan lindung dan perubahan ekosistem akibat limbah operasional tambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×