kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian BUMN: Lahan PKP2B yang habis kontrak harus diputuskan sesuai UU Minerba


Rabu, 12 Juni 2019 / 16:41 WIB
Kementerian BUMN: Lahan PKP2B yang habis kontrak harus diputuskan sesuai UU Minerba


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membantah pihaknya meminta perlakuan khusus untuk mendapatkan prioritas atas lahan tambang pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan habis masa kontraknya dan jika diperpanjang akan berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sebelumnya, tersiar surat dari Menteri BUMN Rini Soemarno yang ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara terkait dengan revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Salah satu isi dari surat tersebut, Rini meminta supaya dalam revisi PP Nomor 23/2010 ada penguatan peran BUMN dalam mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi Kontrak Karya (KK) atau PKP2B yang sudah berakhir.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menyatakan, melalui surat dari Menteri BUMN itu pihaknya tidak bermaksud meminta perlakuan khusus dan prioritas atas lahan PKP2B yang akan habis kontrak.

Tapi, Fajar mengklaim, bahwa Kementerian BUMN hanya bermaksud memberikan penegasan supaya revisi PP harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"BUMN tidak minta itu. Maksud Surat Bu Menteri BUMN, agar (revisi PP) sesuai dengan UU Minerba. UU bilang apa, ikutin. Ini kan perpanjangannya jadi IUPK, jadi ikuti aturannya saja," kata Fajar, Rabu (12/6).

Fajar menegaskan, Kementerian BUMN tidak meminta hak prioritas melebihi apa yang tertuang dalam UU Minerba. "Jangan salah lho, nggak ada itu (minta prioritas). Kita mengikuti UU Minerba, itu saja," ujar Fajar.

Kendati demikian, Fajar tak menampik bahwa perusahaan tambang milik BUMN yang tergabung dalam holding PT Indonesia Asahan Alumnium (Inalum) terus didorong untuk bisa menambah cadangan dari setiap komoditasnya. Hal itu dilakukan baik melalui akuisisi lahan tambang maupun menyerap saham divestasi. "Salah satu tugas kenapa di-grup-kan (holding) kan untuk menambah cadangan, kalau ada cadangan yang benefit-nya bagus," terangnya.

Untuk perusahaan yang telah melewati periode wajib divestasi atau lahan tambang yang sudah menjadi wilayah lelang, Fajar mengatakan bahwa BUMN baru akan meminta prioritas sebagaimana yang diatur dalam UU minerba. "Kalau di UU-nya kan pertama ke BUMN, terus BUMD, jadi seperti itu saja," ungkapnya.

Namun, Fajar menegaskan bahwa pengambialihan lahan maupun saham divestasi yang akan dilakukan oleh Kementerian BUMN, tetap terlebih dulu menunggu keputusan dari Kementerian ESDM. "Kita minta izin ke ESDM, kalau oke, ya kita jalan," tutur Fajar.

Sayang, pihak Kementerian ESDM masih enggan untuk memberikan keterangan mengenai progres revisi keenam PP Nomor 23/2010 ini. Yang jelas, sudah ada satu PKP2B generasi pertama yang perizinannya diperpanjang dan berubah status menjadi IUPK. Perusahaan tersebut adalah PT Tanito Harum yang kontrak PKP2B-nya telah berakhir pada 14 Januari 2019 lalu.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, perpanjangan izin PT Tanito Harum itu berdasarkan pada PP Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010.

Mengenai luas wilayah, Bambang bilang jika Tanito dan PKP2B lainnya bisa mendapatkan lahan tambang tanpa pembatasan 15.000 hektare (ha). Sebab, IUPK yang berasal dari kelanjutan PKP2B berbeda dengan IUPK diperoleh dari Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang harus menjalani penciutan lahan tambang terlebih dulu.

"IUPK dari WPN mestinya kan penciutan dulu, kemudian lelang. Kalau ini beda, tidak lelang, hal yang berbeda," katanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir meminta supaya regulasi tentang pertambangan batubara ini bisa segera diterbitkan. Sebab, hal ini terkait dengan kepastian hukum dan investasi dalam komoditas emas hitam di tanah air.

Menurut Pandu, saat ini semuanya berpulang pada political will pemerintah. Hanya saja, Pandu meminta kepada Kementerian ESDM sebagai leading sector, bisa menunjukkan sikap yang jelas terhadap revisi PP 23/2010 tersebut.

"Ini lebih ke political will saja, mana yang terbaik buat negara. Tapi dari sisi (Kementerian) ESDM harus tegas, rekomendasi dan posisinya," tegas Pandu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×