kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit neraca perdagangan menghantui arus dana asing di SBN


Rabu, 26 Juni 2019 / 19:13 WIB
Defisit neraca perdagangan menghantui arus dana asing di SBN


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekhawatiran atas melebarnya defisit transaksi berjalan atau currency account deficit (CAD) Indonesia menghantui arus dana asing yang masuk ke pasar obligasi. 

Setelah Indonesia mendapat kenaikan peringkat kredit dari lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) di awal Juni 2019, arus dana asing di pasar Surat Berhara Negara (SBN) terus menggunung. 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, jumlah kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 984,24 triliun per Selasa (25/6). Sejak awal tahun jumlah tersebut tumbuh Rp 90,99 triliun atau naik 10,19%. 

Namun, I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa arus dana asing yang masuk sekarang merupakan sinyal porsi kepemilikan asing di pasar obligasi akan kembali ke 40%. 

Made mengingatkan di tengah sentimen positif peningkatan rating, masih ada kekhawatiran CAD yang melebar. 

Namun tak dipungkiri, kenaikan peringkat kredit Indonesia menjadi awal sentimen positif masuknya asing ke pasar obligasi. 

Bahkan, kenaikan peringkat kredit tersebut bisa menjadi tameng bagi investor asing yang lari karena adanya risiko CDA dan masih berlanjutnya perang dagang yang bisa menggoncang nilai tukar rupiah. 

Selain itu, pergerakan yield US Treasury yang juga sedang cenderung menurun juga menjadi tameng asing tidak langsung keluar dari pasar domestik. 

Ari Pitojo, Chief Investment Officer Eastspring Indonesia memproyeksikan yield SUN acuan tenor 10 tahun bisa sentuh 7% di akhir tahun bila suku bunga Bank Indonesia turun. 

"BI sebenarnya sudah siap menurunkan suku bunga hanya masih khawatir dengan nilai tukar rupiah akibat kekhawatiran CAD," kata Ari, Rabu (26/6). 

Sementara, Made masih belum merubah target yield SUN acuan tenor 10 tahun untuk akhir tahun, yaitu di 7,65%. 

Menurut Made yield SUN masih begerak cenderung stabil meski kini yield SUN acuan tenor 10 tahun per Rabu (26/6), bergerak turun ke 7,4%. 

Made berpandangan meski indikasi penurunan suku bunga memberi katalis positif bagi yield untuk bergerak turun, tetapi BI masih cenderung bersikap hati-hati. 

"Kemarin BI bukan menurunkan suku bunga tetapi melonggarkan rasio giro wajib minimum, ada pertimbangan jika suku bunga turun, pertumbuhan ekonomi akan tumbuh dan impor akan bertambah karena sebagian pertumbuhan ekonomi tidak bisa dipenuhi oleh domestik, ujungnya bisa memperlebar CAD," kata Made. 

Made memprediksi rupiah akan stabil di sekitar Rp 14.000 per dollar AS hingga akhir tahun. 

Selain itu, Made memproyeksikan porsi asing belum akan mencapai 40% di pasar SBN untuk tahun ini karena likuiditas global yang menurun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×