kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cukai tinggi, produksi rokok ilegal bisa marak


Senin, 22 Agustus 2016 / 09:56 WIB
Cukai tinggi, produksi rokok ilegal bisa marak


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai wacana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp 50.000 dikhawatirkan akan makin memperbanyak peredaran rokok ilegal. Sementara, dengan harga rokok sekarang ini pun, peredaran rokok ilegal sangat banyak. 

Enny mengingatkan, dengan harga Rp 50.000 per bungkus, akan ada kenaikan cukai yang massif. Padahal, ketika cukai terus naik apalagi secara signifikan, rokok ilegal kian tak terbendung peredarannya.  "Kalau cukai sangat tinggi, produksi rokok ilegal justru akan terus naik," tegas dia, Minggu (21/8). 

Seharusnya, ketika menerapkan cukai, ruh utamanya pengendalian bukan untuk menggenjot penerimaan. 

Nah, jika kebijakan cukai dan harga dilakukan serampangan membabi buta juga tidak akan efektif. "Jelas dampaknya ke industri, jumlah perusahaan pabrikan akan terus menurun. Lemahnya enforcement, merebaknya rokok ilegal, membuat harga rokok semakin murah," ungkap dia.

Enny melanjutkan, sekitar 70-80% dari produksi rokok justru digunakan untuk biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai. Adanya kenaikan cukai yang signifikan maka akan menambah beban industri. Dampak terburuk, kesempatan kerja terganggu, padahal itu yang terus harus dipertahankan di tengah pelemahan ekonomi. 

Hal senada diungkapkan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurutnya, harga rokok Rp 50.000 itu jelas tidak masuk akal karena kenaikan cukai di tahun depan juga masih belum ditetapkan. Kenaikannya pun diprediksi tidak akan melonjak drastis. Tahun ini, tarif cukai rokok juga sudah naik sebesar 11,19%.

"Ide atau wacana kenaikan rokok hingga Rp 50.000 per bungkus itu tidak berangkat dari kajian yang benar. Pasalnya pengkaji ide wacana itu juga tidak memikirkan subsitusi dari industri hasil tembakau," kata Yustinus. 

Ia mewanti-wanti, jika harga rokok melonjak sedemikian tinggi, akan ada dua akibat yang sama-sama buruk. Pertama, industri sudah pasti akan drop tutup karena kebutuhan anjlok, yang berujung pemerintah tidak mendapat pemasukan cukai.

Kedua, kenaikkan harga setinggi itu juga akan memicu kenaikkan peredaran rokok ilegal. “Sudah tak dapat cukai, pengendalian tidak juga berjalan,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×