Agar isi kocek tak ikut hanyut terbawa banjir

Jumat, 14 Februari 2014 | 09:00 WIB   Reporter: Ruisa Khoiriyah

Bencana alam silih berganti menyambangi masyarakat negeri ini. Banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi,  angin puting beliung, dan sebagainya, semakin akrab mengintai kehidupan masyarakat kita. Perlu antisipasi tepat dari sisi keuangan agar bencana tidak turut memorakporandakan kondisi kocek kita.

JAKARTA. Memasuki tahun 2014, headline berbagai media massa tak pernah sepi dari berita tentang bencana alam di negeri ini. Banjir di wilayah Jabodetabek, kota-kota di jalur pantai utara Jawa, juga di Manado, menjadi pemberitaan hangat. Belum lagi bencana letusan Gunung Sinabung di Sumatra Utara yang sudah berlangsung sekitar enam bulan.

Beragam bencana yang melanda tanah air kita tak ayal membawa imbas signifikan terhadap urusan keuangan. Contoh nyata, harga beberapa barang kebutuhan pokok melejit akibat banjir dan cuaca buruk.Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi selama Januari 2014 melejit ke level 1,07%.

Bagi sebagian masyarakat, bencana alam seperti banjir bahkan menjelma menjadi rutinitas tahunan yang sulit dihindari. Itulah yang dialami oleh  Ferry, karyawan perusahaan media di Jakarta Selatan.

Ferry, yang bermukim di Jakarta Timur, beberapa tahun ini harus menelan kerepotan akibat terjangan air bah yang menyambangi rumahnya. Tidak cuma mengusik ketenangan, banjir berujung pembengkakan pengeluaran.

Sebagai contoh, Ferry terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk mengungsikan keluarganya ke luar kota agar terhindar dari banjir. Belum lagi biaya-biaya yang harus dia keluarkan kelak untuk memperbaiki kondisi rumah yang porak-poranda akibat banjir. Singkat kata, bencana alam tak urung ikut menyeret “bencana” bagi kantong si korban.

Wajib antisipasi

Solusi paling simpel untuk menghindarkan kantong dari derita bencana seperti banjir tahunan boleh jadi adalah pindah ke tempat lain yang relatif aman. “Itu satu-satunya opsi jika memang Anda ingin hidup berkualitas lebih baik,” ujar Freddy Pieloor, perencana keuangan MoneynLove Financial Planning and Consulting.

Persoalannya, solusi sederhana itu justru yang menuntut modal terbesar. Opsi pindah rumah hanya mungkin ditempuh jika kantong mencukupi untuk membeli rumah baru. Menabung untuk pembelian rumah baru juga butuh waktu.

Belum lagi, adaptasi di lingkungan baru kelak. Beberapa orang malas pindah ke tempat baru yang bebas banjir hanya karena enggan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Nah, jika opsi pindah rumah masih jauh dari pikiran, apa yang bisa kita lakukan agar kocek tidak turut terkoyak ketika bencana alam mendadak menghampiri kita? Dari perspektif perencanaan keuangan, mengantisipasi risiko-risiko dalam kehidupan merupakan langkah wajib agar kocek tetap sehat.

Nah, apa saja yang harus Anda benahi dari sisi keuangan jika kebetulan Anda menghadapi situasi rawan bencana? Simak saran berikut:

Dana darurat
Keberadaan dana darurat bersifat wajib sebagai pertolongan pertama nan likuid ketika terjadi hal-hal di luar prasangka kita. Dalam kondisi normal atau tidak berisiko terkena  bencana alam, porsi dana darurat untuk keluarga dengan satu anak minimal sebesar sembilan kali pengeluaran bulanan.

Bagaimana porsi dana darurat untuk profil keluarga dengan risiko bencana cukup besar? Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting, berujar, porsi dana darurat sejatinya tidak banyak berbeda. Tapi, Anda bisa berkaca dari besar pengeluaran Anda tahun ini akibat musibah banjir.

Misal, biaya mengungsi ke luar kota atau ke hotel, bujet keperluan logistik selama  mengungsi, biaya perbaikan rumah pasca-banjir, dan sebagainya. “Dana darurat itu bagian dari proteksi laiknya asuransi. Namun, sifatnya lebih likuid,” kata dia.

Asuransi kesehatan
Jika kini Anda belum memproteksi diri dengan asuransi kesehatan, jangan ditunda lagi. Situasi rawan bencana, seperti banjir, berisiko mengundang banyak penyakit. Risiko penurunan kesehatan Anda dan keluarga juga turut membesar.

Selain asuransi kesehatan, perlu juga Anda siapkan pos dana kesehatan sendiri untuk mengantisipasi biaya rawat jalan. Maklum, polis asuransi kesehatan yang menjamin rawat jalan biasanya mahal.

Susun jalan keluar
Freddy menilai, sehebat apa pun persiapan keuangan Anda dalam menghadapi risiko bencana tetap tak akan sepadan dengan kerugian yang harus Anda tanggung akibat bencana.

Kualitas kehidupan terganggu, risiko penyakit meningkat, proses sekolah anak ikut terusik, belum lagi biaya-biaya yang harus Anda persiapkan terus-menerus untuk mengantisipasi risiko tersebut.

Mau tidak mau, Anda harus mulai berpikir untuk menyiapkan opsi pindah rumah. “Jual rumah sekarang kendati dengan risiko harga jatuh, sembari siapkan rencana pembelian rumah baru,” saran Freddy.

Uang hasil penjualan rumah lama bisa Anda manfaatkan untuk menambahi uang muka rumah baru kelak. Bagaimana penyusunan perencanaan?

Pertama, riset harga jual rumah Anda saat ini. Dari situ, ambil asumsi harga paling konservatif sebagai dasar hitungan perencanaan. Misal, harga rumah Anda merosot jadi Rp 200 juta, asumsikan harga jualnya terdiskon lagi 30% karena Anda mengejar kecepatan penjualan. Alhasil, asumsi tambahan modal Anda untuk membeli rumah baru sekitar Rp 140 juta.

Kedua, pastikan rumah baru incaran Anda benar-benar bebas risiko banjir.  Ingat, kendati sebuah rumah bebas banjir, saat akses jalan atau sekitar perumahan terkena banjir, akan sulit bagi Anda membeli polis asuransi banjir dan asuransi kerugian lain.

Ketiga, tentukan target. Ambil contoh, Anda menargetkan pindah rumah dalam lima tahun ke depan. Maka, mulai tahun ini Anda harus mulai menabung untuk kebutuhan uang muka. Taruh kata rumah incaran Anda kini berharga Rp 500 juta, maka butuh uang muka Rp 150 juta.

Dengan asumsi harga rumah naik 20% per tahun, maka kebutuhan uang muka lima tahun mendatang menjadi Rp 373,25 juta. Untuk mencapai target ini, Anda bisa menabung sekitar Rp 6,22 juta per bulan.

Tapi, bila ingin lebih ringan, Anda bisa mencapainya dengan cara berinvestasi di reksadana campuran atau pendapatan tetap. Dengan asumsi imbal hasil reksadana 10% per tahun, maka uang yang mesti Anda sisihkan Rp 4,78 juta per bulan.

Adapun hasil penjualan rumah lama bisa Anda pakai untuk menambah uang muka atau mempercepat cicilan rumah, tergantung eksekusi penjualan rumah tersebut. Bahkan, bila rumah lama terjual lebih cepat, Anda bisa mempercepat pembelian rumah baru.         o

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah

Terbaru