kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada kemungkinan tren kenaikan yield SUN berlanjut


Rabu, 30 Januari 2019 / 20:39 WIB
Ada kemungkinan tren kenaikan yield SUN berlanjut


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan yield surat utang negara (SUN) bukan mustahil kembali berlanjut dalam beberapa waktu ke depan akibat pasar obligasi domestik masih dihinggapi sentimen negatif.

Sebagai informasi, Rabu (30/1), yield SUN seri FR0078 yang menjadi acuan untuk tenor 10 tahun berada di level 8,13%. Angka ini naik 19 bps atau 0,19% dari posisi di akhir tahun lalu di level 7,94%.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menyebut, selama pasar keuangan global masih dihantui sentimen perlambatan ekonomi, di atas kertas tren kenaikan yield SUN sangat mungkin berlanjut. Namun, kenaikan tersebut sebenarnya bisa diminimalisir tergantung pada respons pemerintah dalam menangkal efek perlambatan ekonomi global.

Pemerintah sendiri masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah seperti memperbaiki defisit transaksi berjalan yang selama ini menjadi pengganjal laju rupiah, tak terkecuali harga SUN. “Kalau sentimen eksternalnya tetap seperti ini dan belum ada respons signifikan dari pemerintah, investor global akan lebih memilih pegang hard currency ketimbang SUN,” ungkapnya, hari ini.

Sementara, menurut Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, kenaikan yield SUN kemungkinan akan lebih terbatas atau tidak sampai melebihi level 8,1% untuk tenor 10 tahun.

Pasalnya, The Fed sudah memberi sinyal tidak lagi agresif menaikkan suku bunga acuan AS di tahun ini. Secara umum, sentimen tersebut minimal bisa menahan kenaikan yield SUN yang lebih tajam di waktu mendatang.

Di sisi lain, sulit pula bagi yield SUN untuk bergerak turun dalam waktu 1 bulan sampai 2 bulan ke depan mengingat pasar masih menunggu kepastian perundingan perang dagang dan efek perlambatan ekonomi global.

Terlepas dari itu, SUN dinilai akan tetap menjadi primadona bagi para investor domestik. Sebab, real return yang didapat oleh investor tersebut juga cukup menarik seiring tingkat inflasi Indonesia yang masih rendah. “Kalau investor asing kemungkinan masih akan wait and see dan belum agresif, karena mereka tak hanya mempertimbangkan yield SUN saja,” tandas Anil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×