kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

3 Hakim MK dissenting opinion dalam putusan uji materi UU Kebijakan Keuangan Negara


Kamis, 28 Oktober 2021 / 18:34 WIB
3 Hakim MK dissenting opinion dalam putusan uji materi UU Kebijakan Keuangan Negara


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji formil dan uji materiil Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU kebijakan keuangan penanganan Covid-19).

Perkara teregister nomor 37/PUU-XVIII/2020. Pemohon adalah Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA).

Dalam amar putusannya, MK menolak gugatan uji formil UU 2/2020 (UU kebijakan keuangan penanganan Covid-19). MK juga memutuskan ketentuan norma pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) serta pasal 29 Lampiran UU 2/2020 dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Selain itu, dalam Perkara Nomor 37/PUU-XVIII/2020, terdapat tiga orang Hakim Konstitusi yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Daniel Yusmic P Foekh berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan mayoritas hakim khususnya Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 29 Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Dalam dissenting opinionnya, disebutkan bahwa dengan menggunakan metode penafsiran hukum argumentum per analogiam, maka sesungguhnya apa yang dirumuskan dalam Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 adalah konstitusional sangat tidak beralasan apabila para Pemohon mendalilkan inkonstitusionalitas Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 dengan mendasarkan pada asas equality before the law, karena pada dasarnya hak imunitas yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 sama sekali tidak menghilangkan asas equality before the law dimaksud.

Terhadap dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa pemberlakuan Pasal 27 ayat (3) Lampiran UU 2/2020 telah mengesampingkan fungsi peradilan tata usaha negara, ketentuan serupa telah diatur dalam Pasal 49 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU 5/1986).

Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara dalam hal keputusan dikeluarkan dalam keadaan bahaya, bencana alam, atau keadaan luar biasa dan dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum.

Artinya, rumusan Pasal 27 ayat (3) Lampiran UU 2/2020 telah selaras dan harmonis dengan ketentuan Pasal 49 UU 5/1986. Dengan demikian dalil para Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum sehingga harus dikesampingkan.

Selain itu, selama kebijakan keuangan negara tidak melawan hukum, maka biaya yang dikeluarkan bukan kerugian negara. Apabila dalam perbuatan/tindakan pelaksana UU 2/2020 ternyata dilakukan secara melawan hukum atau tidak memenuhi syarat dalam Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020, maka tentunya mekanisme check and balances tetap dapat berlaku. Lebih lanjut, Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020 sama sekali tidak menghilangkan wewenang BPK untuk melaksanakan pengawasan dalam rangka pelaksanaan UU 2/2020.

Dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 memiliki isi dan makna yang sama dengan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Perpu 4/2008) yang berbunyi “Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”

Benar bahwa norma dalam dalam Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 memiliki kemiripan dengan Pasal 29 Perpu 4/2008. Namun, membandingkan antara Perpu 4/2008 dengan Perpu 1/2020 tidak tepat. Perbandingannya bukan ‘apple to apple’ karena setiap keadaan darurat berbeda jenis dan dampaknya.

Keadaan darurat (bencana nonalam) yang diakibatkan oleh Covid-19, tidak hanya krisis kesehatan, tetapi memiliki domino effect yang berdampak pada semua sektor kehidupan. Dengan demikian permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

“Kami berpendapat seluruh dalil permohonan para Pemohon baik pengujian formil maupun pengujian materiil, tidak beralasan menurut hukum ,” ujar Tiga Hakim Konstitusi dalam dissenting opinion nya yang dibacakan Arief, Kamis (28/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×