kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren stunting di Indonesia menurun


Kamis, 20 September 2018 / 16:41 WIB
Tren stunting di Indonesia menurun
ILUSTRASI. Presiden Jokowi bersama Presiden Bank Dunia mengunjungi posyandu


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah stunting yang terjadi di Indonesia sejauh ini memang tidak menemukan ujung pangkalnya. Namun program nasional pencegahan stunting yang diberlakukan menunjukkan tren perubahan meski stunting tetap ada.

Data yang diperoleh dari buku Aiming High, Indonesia Ambiton to Reduce Stunting, memyebut bahwa sejak tahun 1993 hingga 2014 terjadi penurunan stunting. Namun penurunan tersebut dinilai lambat. Pencapaian tertinggi di tahun 1997 masyarakat yang mengalami stunting berada pada persentasi 46%, sedangkan tahun 2014 menurun mencapai 34,9%.

Adapun kegagalan seseorang mencapai potensi pertumbuhannya adalah karena masalah malnutrisi yang sangat berat dan mengami sakit berulang pada saat anak-anak. Country Director World Bank Indonesia Rodrigo Chavez mengatakan, sekitar 37% atau hampir 9 juta balita Indonesia saat ini mengalami stunting.

"Sekitar 9 juta balita Indonesia saat ini mengalami stunting, yaitu pertumbuhan yang terhambat termasuk otak sang anak. Strategi nasional mempercepat pencegahan stunting adalah upaya serius pemerintah Indonesia untuk atasi masalah ini," kata Chaves dalam peluncuran buku Aiming High Indonesia's Ambition to Reduce Stunting di Financial Club, Jakarta, Rabu (19/9).

Namun hal tersulit dalam mengatasi stunting ini adalah masalah gangguan kesehatan yang tidak terlalu terlihat gejalanya, sehingga orang tua cenderung abai. Menurut Co Author buku Aiming High, Claudia Rokx, masalah-masalah yang perlu diperhatikan adalah integritas antara kementrian, agar layanan kesehatan, sanitasi air, makanan yang bergizi dapat diperoleh demi mengurangi stunting.

"Faktor utama adalah kesehatan, fasilitas kesehatan, lingkungan yang bersih, makanan yang bernutrisi . Semua ini menunjukkan hasil yang signifikan namun secara nasinal rata-rata sama, dan beberapa kabupaten masih ada yang buruk (pelayanannya), punya fasilitas akses kesehaatan, tapi air tercemar, misalkan punya makanan-makanan yang baik, namun tidak bisa dibeli," ujar Claudia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×