kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Suhu Jakarta makin gerah, normalkah?


Minggu, 27 Agustus 2017 / 23:24 WIB
Suhu Jakarta makin gerah, normalkah?


Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Banyak yang mengeluhkan, udara kali ini jauh lebih panas. Benarkah suhu di Jakarta lebih panas ketimbang kemarau tahun-tahun sebelumnya?

Edvin Aldrian, Profesor bidang Meteorologi dan Klimatologi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan, ada dua hal yang bisa menyebabkan seseorang merasa lebih panas atau dingin, yaitu suhu yang terukur dan yang terasa di kulit.

Sejatinya, dari ukuran suhu, Edvin menyebut, saat ini termasuk suhu kemarau normal. Tidak banyak perbedaan seperti kemarau tahun lalu. "Suhu kemarau tahun ini normal, yang terpanas 34-35 derajat celcius, tadi pagi sekitar 31 derajat, jadi masih normal," kata Edvin pada KONTAN, Minggu (27/8).

Sedangkan dari sisi yang terasa di kulit, kondisi yang terjadi sekarang adalah tingkat kelembapan rendah ditandai dengan udara lebih kering, serta tidak ada angin kencang. "Kalau angin sepoi-sepoi dan kering, panas. Kalau angin kencang, udara terasa lebih dingin," katanya.

Menurut Edvin, kemarau tahun ini terlambat masuknya karena ada pergeseran pancaroba. Peralihan iklim yang seharusnya terjadi sejak Mei, masih berlangsung hingga akhir Juli. Bahkan, pertengahan Agustus pun, kita masih bertemu hujan.

Pancaroba bergeser karena tahun ini juga terjadi kemarau basah. Ini adalah kondisi di mana hujan lebih sering turun ketimbang kemarau biasanya. Akibatnya, kita lebih sering merasakan udara "sumuk" ketimbang kemarau biasanya.

Dia memperkirakan, kemarau tahun ini terjadi lebih pendek antara Agustus hingga Oktober. Akhir Oktober pun diramal sudah memasuki pancaroba. "Pada kedua pancaroba adalah saat suhu paling panas," katanya.

Terjadinya pergeseran kemarau, menurut dia, masih terimbas el nino yang kuat di tahun 2015. Gejalanya seperti yang terjadi di tahun 1997, ketika el nino mempengaruhi iklim sampai dua tahun setelahnya. Di tahun 1998-1999, Indonesia juga mengalami kemarau basah. "Tahun depan diperkirakan sudah lebih normal," kata Edvin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×