kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sertifikasi tanah jadi pilar inklusi keuangan


Jumat, 09 September 2016 / 21:10 WIB
Sertifikasi tanah jadi pilar inklusi keuangan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pemerintah menginginkan indeks keuangan inklusif menjadi 75% pada 2019 mendatang. Sementara itu, salah satu masalah penting dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SKNI) adalah kepemilikan sertifikat tanah.

Pada tahun 2014, indeks keuangan inklusif nasional baru mencapai 36%. Posisi Indonesia memang sedikit lebih baik dari Filipina dan Vietnam yang baru mencapai 31%, tapi masih kalah dengan India (53%), Thailand (78%), dan Malaysia (81%).

Sementara itu, untuk mencapai target 75% pada 2019, pemerintah menetapkan lima pilar sebagai penyangga SNKI. Yang pertama, edukasi keuangan yang melibatkan OJK, pemerintah dan BI. Kedua, hak properti masyarakat (public property rights).

Pilar ketiga, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan yang akan lebih banyak dijalankan OJK. Keempat, layanan keuangan pada sektor pemerintah. Dalam hal ini, bantuan sosial termasuk transformasi subsidi dari pemerintah (di bawah Kementerian Sosial). Pilar terakhir berkaitan dengan perlindungan konsumen melalui kerjasama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan pemerintah.

"Paling utama dari pilar ini adalah sertifikasi tanah rakyat dengan backbone Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN," ujar Menteri Kooridinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Koordinasi tentang SNKI, Jumat (9/9).

Menurut Darmin, keuangan inklusif harus dimulai dari program sertifikasi tanah yang saat ini secara nasional baru mencapai 50%. Dengan adanya sertifikat tanah, perbankan akan lebih leluasa dan mudah memberikan kredit kepada rakyat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menyatakan, pihaknya saat ini tengah menyusun sistem pertanahan secara digital. Pemerintah memiliki anggaran Rp 40 triliun yang tersebar di berbagai kementerian atau lembaga (K/L) untuk pengembangan IT dan Universal Service Obligation (USO) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sebesar Rp 2 triliun per tahun.

Ia juga menambahkan, pihaknya sedang mempersiapkan pencetakan 2.000 tenaga juru ukur non-PNS untuk mempercepat program sertifikasi tanah. "Kami akan mulai dengan Jakarta, Surabaya, dan Batam hingga mencapai 100% pada 2017,"i mbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×